RADARBANDUNG.id, JAKARTA – Wabah virus Corona Tiongkok yang menyebar ke beberapa negara memang mengganggu aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia. Namun, Head of Investment Spesialist PT Manulife Aset Management Indonesia Freddy Tedja menyebut, dampak virus Corona tidak akan belangsung jangka panjang bagi investasi, khususnya pasar saham.
Berkaca pada kasus serupa seperti wabah SARS dan MERS, dia menyebut bahwa kedua wabah virus tersebut tidak berdampak pada pasar saham, khususnya pasar modal Indonesia. “Kalau berkaca dua hal kejadian epidemik sebelumnya terlihat tidak terlalu ada hubungan antara pasar saham dengan wabah,” ujarnya di Hotel Mulia Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Freddy menjelaskan, ketika wabah virus SARS mulai menyebar di kawasan Tiongkok pada April 2003 silam, indeks saham Asia Pasifik sempat menurun 5,5 persen. Namun, tiga bulan setelahnya indeks saham Asia Pasifik kembali naik 16 persen dan enam bulan berikutnya kembali naik 35 persen.
Begitu juga saat wabah pernapasan Timur Tengah atau MERS. Freddy melanjutkan, serangan virus pada April 2014 hingga masa puncak, indeks saham Asia Pasifik naik 1,3 persen, tiga bulan kemudian naik 7,4 persen dan selama enam bulan naik 2,4 persen.
Menurutnya, virus corona hanya akan berdampak dalam jangka pendek dan hanya berdampak pada sentimen psikologis. Itu terlihat dari IHSG yang sempat anjlok 3 persen.
Penurunan tersebut, menurutnya, disebabkan munculnya kekhawatiran. Pasalnya, Tiongkok merupakan salah satu negara tujuan ekspor batu bara terbesar.
“Tiongkok banyak perusahaan tutup artinya kebutuhan batu bara turun. Dagangan tidak laku, itu jelek buat perusahaan batu bara, ujungnya indeks harga saham gabungan (IHSG) turun,” katanya.
Freddy juga yakin insentif yang ditebar pemerintah menjadi angin segar bagi investor asing masuk ke Indonesia. “Kalau pajak turun, profit bisa naik, harga saham juga naik,” pungkasnya.