RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Pandemi Covid-19 yang terjadi secata tidak langsung berdampak pada peningkatan inovasi di sektor industri kesehatan hasil kolaborasi dengan para akademisi. Hal ini menjadi indikasi bahwa kolaborasi menjadi kunci dalam menciptakan potensi yang baik meski di tengah masa sulit.
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) Enggartiasto Lukita menilai Pandemi COVID-19 semakin mempercepat Revolusi Industri 4.0, terutama dalam hal digitalisasi berbagai aspek kehidupan, dari mulai sistem pendidikan, perekonomian, sampai ketenagakerjaan di Indonesia.
“Sehingga kondisi ini pun harus diantisipasi sekaligus dimanfaatkan secara cermat oleh berbagai elemen masyarakat, terutama akademisi, dunia usaha, dan pemerintah, untuk menghindari dampak buruk pandemi sekaligus tetap memajukan berbagai bidang pembangunan,” kata dia dalam webinar bertajuk “Pendidikan Tinggi dan Iptek: Membangun Kemandirian dan Daya Saing Bangsa” yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat IKA UPI, Sabtu (20/6/2020).
Saat ini, semua negara di dunia berupaya mengatasi wabah ini sekaligus berupaya mempertahankan keberlangsungan berbagai sektor kehidupan, dari mulai pendidikan sampai perekonomian.
“Jadi di suatu kondisi, bagaimana kita awalnya menghadapi Revolusi Industri 4.0. Kemudian tanpa kita rencanakan, kita melakukan percepatan digitalisasi di semua aspek kehidupan sekarang ini,” kata Enggar.
Mantan Menteri Perdagangan ini mencontohkan dalam dunia pendidikan, dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, semuanya mau atau tidak mau menjalani kegiatan belajar mengajar atau kuliah melalui media digital, dari mulai televisi sampai internet.
“Meskipun catatannya, kita dari sisi keterjangkauan itu belum seluruhnya bisa menjangkau ke seluruh bagian dari negara. Tetapi ini kita sudah mulai, bahkan sampai dengan belanja, perdagangan, dan berbagai hal lainnya melalui digital,” katanya.
Satu hal lain yang penting adalah mindset teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menggali dan memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia dalam rangka menuju kemandirian bangsa.
“Pada masa pandemi COVID-19 ini, berbagai komponen bangsa harus lebih cerdik melihat peluang yang bisa didapatkan, minimal apa yang dilakukan sebagai antisipasi menghadapi pandemi ini menggunakan teknologi,” kata dia.
Dalam acara serupa, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud RI, Prof. Nizam mengatakan selama masa pandemi, Indonesia bisa membangun industri ventilator dalam waktu yang singkat. Tidak hanya sekadar purwarupa (prototipe), tapi alat tersebut bisa digunakan dengan kualitas yang baik.
“Tidak sekadar prototipe, tapi sampai ke tahap produksi. Ini baru pertama kali dalam waktu dua bulan kita bisa membangun industri ventilator. Sertifikasi dan keamanannya terjaga dan rantai pasok kita kawal dengan kawan-kawan industri,” kata dia.
“(Ventilator yang diciptakan dalam negeri) Itu harganya hanya 1/5 dari harga yang termurah di pasar. Dan sekarang sudah diproduksi 100.000 unit dan dipakai di RS, kampus kampus, ini sesuatu yang terjadi yang dipaksa oleh keadaan, oleh kondisi,” ia melanjutkan.
Situasi sulit di masa pandemi ia analogikan dengan situasi saat memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Saat itu, para pejuang nekat melawan penjajah meski dengan bambu runcing. Hasilnya, Ia sebut, bahwa Indonesia bisa menjadi negara demokratis terbesar ketiga di dunia.
“Jadi bangsa ini ketika dipaksa oleh keadaan ternyata energi positifnya dan kreatifnya justru dahsyat sekali. Kalau ini teknologi merah putih bisa dihasilkan dan diperkuat ke depan kita kawal ke semua lini industri dengan mata airnya perguruan tinggi,” terang dia.
Perguruan tinggi harus bisa berkolaborasi tak hanya dengan sektor industri, tapi dengan dunia kerja dan berbagai sektor lain. Dunia akademik, khususnya perguruan tinggi harus ikut andil dalam setiap proses pembangunan bangsa, masyarkat, kemampuan ekonomi.
Menurutnya, sudah banyak dosen di Indonesia yang lulus dari kampus unggulan di dunia. Mereka memiliki potensi yang tidak kalah dengan doktor dari negara lain. Namun, banyak kasus, saat mereka kembali ke Indonesia tidak bisa menciptakan produk-produk yang sehebat ketika melakukan riset di tempat studinya.
“Inilah saat yang sangat tepat untuk bangkit membangun kedaulatan teknologi, untuk mendorong kedaulatan pangan dan membangun kedaulatan obat obatan, alat alat kesehatan,” kata dia.
“Dan kuncinya cuma satu perguruan tinggi terbuka pada industri dan industri mau menengok dan masuk ke perguruan tinggi. Dan masyarkat bangga menggunakan produk merah putih. Ini yang perlu kita pastikan. Dan keempat tentu pemerintah yang berpihak kepada bangkitnya kemandirian teknologi bangsa,” tegasnya. (dik)