Bangun Peradaban Literasi Penyandang Disabilitas di Balai Literasi Abiyoso
RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Menteri Sosial, Juliari P. Batubara mengungkapkan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial (Rehsos) menjadi salah satu pembangun peradaban manusia.
Hal ini disampaikan pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Program Rehabilitasi Sosial pada 11 Maret 2020.
Sebagai pembangun peradaban manusia, Ditjen Rehsos mengemban tugas besar, yakni mewujudkan kesejahteraan sosial bagi 22 dari 26 Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) prioritas sasaran. Ini yang akan dijalankan secara teknis di Balai-balai rehabilitasi sosial di seluruh Indonesia.
Balai Literasi Braille Indonesia (BLBI) Abiyoso atau disebut juga Balai Literasi Abiyoso misalnya.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat sontak mendeklarasikan Balai ini jadi salah satu pembangun peradaban manusia. “Ya, Balai Literasi Abiyoso menjadi pembangun peradaban literasi penyandang disabilitas di Indonesia,” ujar Harry, Senin (22/6/2020).
Balai Literasi Abiyoso, dikatakannya, menjadi satu-satunya Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Sosial yang mengelola literasi braille bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (PDSN) serta sebagai rujukan nasional dan laboratorium literasi braille di Indonesia.
Selain itu, Balai Literasi Abiyoso juga memberikan layanan literasi antara lain, penerbitan/pencetakan buku-buku braille dan audio, Bimbingan Teknis (Bimtek) Aksesibilitas baca-tulis Arab dan Latin Braille, Bimtek Aksesibilitas teknologi informasi bagi PDSN, Pojok Braille (Braille Corner) di berbagai perpustakaan umum, Bioskop Berbisik dan Story Telling.
“Balai Literasi Abiyoso juga sering mengikuti pameran literasi di berbagai daerah, mulai dari yang berskala nasional hingga internasional. Balai ini merupakan anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI),” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pada 2020 Balai Literasi Abiyoso memproduksi 47.400, terdiri dari 35.492 buku cetak braille, 11.700 Buku Bicara, 48 Buku Agama Islam Digital Pen dan 160 Buku Panduan Mengajar Bentuk/Braille.
“Hasil produksi ini didistribusikan kepada PDSN yang berada di panti, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS), Organisasi Sosial di Masyarakat, Sekolah Luar Biasa (SLB) dan juga memenuhi kebutuhan di perpustakaan, Dinas Sosial Provinsi atau kota dan kabupaten,” imbuhnya.
Disisi lain, satu hal yang menjadi daya tarik saat mengunjungi Balai Literasi Abiyoso yaitu produk Buku Audio atau Buku Bicara. Buku Bicara adalah kepingan Compact Disk (CD) yang berisi hasil rekaman pembacaan buku, mulai dari buku novel, agama, motivasi, kesehatan dan pengetahuan umum.
Baca Juga: PPDB Kota Bandung 2020 Sudah Sampai ke Tahap Ini, Pastikan Anak Terdaftar!
“Buku bicara dihasilkan dari sebuah buku yang dibacakan di studio sambil direkam menggunakan format Digital Accessible Information System (DAISY), sebuah format yang memungkinkan pengguna, dalam hal ini PDSN, untuk mengakses berbagai fitur atau fasilitas yang tersedia pada alat pemutar khusus,” terangnya.
Ia melanjutkan, hasil rekaman kemudian disalin ke dalam kepingan CD, yang selanjutnya didistribusikan ke berbagai Lembaga yang bekerja sama dengan Balai Literasi Abiyoso. Untuk dapat mengakses seluruh fitur buku bicara, diperlukan alat pemutar khusus.
Baca Juga: Persiapan Masuk PTN Favorit, Prambors Ajak Anak SMA Belajar UTBK Gratis!
“Bagi yang tidak memiliki alat pemutar khusus, bisa juga menggunakan gawai seperti laptop atau komputer untuk dapat menikmati isi buku dengan lengkap,” jelasnya.
Selain itu, pada 2018 Balai Literasi Abiyoso mendapat bantuan dari Siloam Foundation (Siloam Center for The Blind) untuk pengembangan Buku Bicara melalui aplikasi Audio Mobile Library (AML). Hal ini mengadaptasi perkembangan alat komunikasi telepon pintar (smartphone) yang semakin maju.
Baca Juga: Tahun Ajaran Baru, Siswa di Jabar Masih Belajar dari Rumah
“Saya rasa sebutan literasi disabilitas lebih cocok jika kini bahan bacaan bisa diwujudkan dalam format lain, tidak hanya melalui huruf braille, contohnya seperti buku bicara ini,” ungkapnya.
Di samping itu, modernisasi teknologi merangsang Balai Literasi Abiyoso untuk bermanuver di bidang teknologi digital. Buku bicara misalnya, kedepan akan bertransformasi dari kepingan CD menjadi soft file atau e-book yang mampu diakses secara daring.
“Nanti literatur lengkap terkemas dalam aplikasi, bahkan memiliki website tersendiri yang terkoneksi dengan mesin pencarian Google,” pungkasnya.
(arh)