RADARBANDUNG.id, SOREANG – Para petani Kabupaten Bandung kesulitan pupuk urea bersubsidi.
Kelangkaan akibat pengurangan jatah atau kuota pupuk bersubsidi pemerintah.
Selain itu, adanya kebijakan pemerintah yang mengharuskan petani memiliki kartu tani sebagai salah satu syarat untuk bisa membeli pupuk.
Padahal, sebagian besar petani belum memilikinya. Hal ini sudah berlangsung dua bulan.
Petani sulit dapat pupuk urea bersubsidi
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Indonesia (KTNA) Kabupaten Bandung, Nono Sambas mengungkap soal kesulitan untuk mendapatkan pupuk urea bersubsidi pada kios- kios resmi.
Padahal, saat ini tanaman padi sudah berusia sekitar 40 hari sehingga tengah membutuhkan pemupukan yang cukup.
Nono menyebut, terkait harga masih normal karena ada aturan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Jika ada penjual yang mematok harga lebih dari itu, maka penjual bisa ditangkap.
Kelangkaan terjadi akibat adanya pengurangan jatah atau kuota pupuk bersubsidi oleh pemerintah.
“Sehingga, meski distribusi pupuk lebih 90 persen, kebutuhan belum bisa terpenuhi,” kata Nono, Rabu (30/9).
Sebagian besar petani belum miliki kartu tani
Selain kelangkaan pupuk, pada sisi lain ada kebijakan pemerintah yang mengharuskan petani memiliki kartu tani dan tergabung dalam kelompok tani yang sudah terdaftar, sebagai salah satu syarat untuk bisa membeli pupuk.
Nyatanya, sebagian besar petani belum memiliki kartu tani tersebut.
Menurut Nono, hanya sebagian orang saja yang punya kartu tersebut.
“Berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), kebutuhan pupuk untuk Kabupaten Bandung itu kurang lebih sekitar 300 ribu ton pertahun. Namun untuk tahun ini, berkurang seiring pengurangan kuota pupuk untuk wilayah Jawa Barat,” paparnya.
“Jumlah pastinya silakan tanya ke dinas terkait. Tapi yang pasti memang ada pengurangan kuota pupuk oleh pemerintah secara nasional,” tuturnya.
Menurutnya, seharusnya, meskipun pandemi Covid 19 tak kunjung usai, sektor pertanian tetap harus jadi prioritas.
Karena pertanian, terutama pangan salah satu pertahanan penting dalam negara. Meskipun, dalam situasi perang sekalipun, pertanian harus tetap prioritas.
Baca Juga: Asuransi Gagal Panen di Kab. Bandung: Petani Cukup Bayar Rp36 Ribu, Dapat Rp6 Juta
“Kalau enggak ada yang tanam padi kita semua mau makan apa. Itu artinya, meskipun saat ini kita sedang menghadapi virus corona tapi kalau pertanian enggak boleh terabaikan. Kalau sekarang kan malah ada pengurangan jatah pupuknya,” ujarnya.
Sejatinya, menurut Nono, para petani tidak lagi perlu disuruh suruh menanam padi. Karena memang sudah menjadi tanggungjawab dan kewajibannya.
Baca Juga: Agro Jabar Serap Garam Petani Lokal untuk Kebutuhan Bansos
Namun harusnya pemerintah juga memahami ada hal-hal yang tidak dapat petani lakukan sendiri. Seperti pengadaan pupuk, obat obatan dan harga jual pascapanen.
“Nah, hal-hal seperti itu yang sudah semestinya jadi tanggungjawab pemerintah. Kalau sekarang, kami itu dibutuhkan tapi enggak diperhatikan,” pungkasnya.
(fik)