News

Aplikasi PeduliLindungi Dibobol, Oknum Kelurahan Ditangkap

Radar Bandung - 03/09/2021, 16:32 WIB
AY
Ali Yusuf
Tim Redaksi
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menggelar konferensi pers kasus ilegal akses terhadap aplikasi PeduliLindungi. (Sabik/JawaPos.com)

Sindikat ini beroperasi dengan modus melakukan ilegal akses terhadap data seseorang kemudian diregistrasi ke aplikasi PeduliLindungi.

RADARBANDUNG.id, JAKARTA- Sindikat penjual surat vaksin Covid-19 diungkap Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Kelompok itu beroperasi dengan modus melakukan ilegal akses terhadap data seseorang kemudian diregistrasi ke aplikasi PeduliLindungi.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengatakan, sindikat ini berjumlah 4 orang. Mereka yakni FB, HH, AN, dan BI, semuanya telah diamankan.

“Pelaku yang ditangkap memanfaatkan situasi masyarakat yang ingin mendapatkan sertifikat vaksin yang dapat dipergunakan untuk melakukan perjalanan maupun kunjungan ke tempat-tempat yang mewajibkan menggunakan platfrom pedulilindungi,” ujar Fadil di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (3/9).

Masing-masing tersangka berperan berbeda. FB sebagai marketing dengan cara membuat penawaran di media sosial. Kemudian HH melakukan ilegal akses data ke aplikasi PeduliLindungi.

“HH ini staf kelurahan. Modusnya HH membuat sertifikat vaksin pada sistem yang terkoneksi dengan PeduliLindungi tanpa prosedur yang ditentukan,” jelas Fadil. Tersangka AN dan BI yang berperan sebagai konsumen.

Baca Juga: Sertifikat Vaksin Jokowi Bocor di Medsos, NIK dan Barcode Terlihat Jelas

Sindikat ini biasa beroperasi dengan modus menggunakan NIK orang yang dikumpulkan HH kemudian didaftarkan ke PeduliLindungi.

“Karena dia (HH) punya akses dan mengetahui user name maka dia bisa menjual sertifikat vaksin tersebut. Akses tersebut didapatkannya melalui pekerjaanya sebagai staf tata usaha di Muara Baru,” pungkas Fadil.

Atas perbuatanya, para tersangka dijerat Pasal 30 KUHP dan atau Pasal 32 UU No.19/2016 tentang perubahan atas Undang-undang No.11/2018 tentang Transaksi dan Informasi Elektronik (ITE). Mereka terancam pidana penjara 6 tahun. (jpc)