RADARBANDUNG.id- Sejumlah kementerian telah mengambil langkah untuk mendukung optimalisasi program jaminan kesehatan nasional (JKN) sesuai dengan instruksi presiden. Namun, upaya itu belum berdampak signifikan pada jumlah kepesertaan program JKN.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN.
BPJS Kesehatan jadi syarat membuat SIM, STNK, SKCK hingga jual beli properti
Inpres yang terbit pada 6 Januari 2022 itu mengharuskan pemohon layanan publik menjadi peserta BPJS Kesehatan. Jika tidak, mereka tidak bisa mengakses layanan-layanan seperti pembuatan SIM, STNK, SKCK, jual beli properti, bahkan tidak bisa mendaftar haji khusus dan umrah.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan, instruksi presiden itu diperuntukkan 30 kementerian dan lembaga (K/L).
Semua diminta mengambil langkah-langkah sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk optimalisasi program JKN. Saat ini beberapa K/L masih menyusun rencana aksi hingga pengkajian dengan peraturan terkait.
”Jadi, belum terdeteksi ada penambahan (peserta KN, Red),” ujarnya kemarin (23/2).
Mengenai target kepesertaan, mantan wakil menteri kesehatan itu mengungkapkan, tak ada target khusus. Pemerintah hanya mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Sesuai RPJMN tersebut, kepesertaan bisa mencapai 98 persen dari total penduduk pada 2024.
Saat ini kepesertaan sudah mencapai 86 persen dengan jumlah peserta lebih dari 235 juta.
Ghufron menampik tudingan bahwa Inpres 1/2022 merupakan pemaksaan. Ia menegaskan, kepesertaan program JKN ini memang bersifat wajib sesuai dengan UU 40/2004, PP 86/2013, dan Perpres 82/2018. Tak benar pula jika upaya optimalisasi program JKN ini berkaitan dengan dana yang dikelola BPJS Kesehatan.
Ia menegaskan, upaya ini dilakukan untuk memastikan seluruh warga memiliki perlindungan sosial di bidang kesehatan. ”BPJS sekarang positif (keuangannya, Red),” ungkapnya.
Ghufron memastikan, pihaknya terus berupaya memperbaiki mutu layanan. Salah satunya lewat penggunaan Mobile JKN. Dengan mengakses aplikasi itu, peserta JKN tak perlu lagi mengantre di fasilitas kesehatan. Mereka bisa antre dari rumah karena tahu nomor urutnya dan perkiraan bisa dilayani pukul berapa.
Ia mengklaim, kepuasan terhadap layanan sudah meningkat tajam. Berdasar survei independen, kepuasan terhadap pelayanan program JKN-KIS sudah lebih dari 80 persen. ”Delapan di antara sepuluh orang merasa puas. Memang belum semua puas, tapi meningkat tajam,” jelasnya.
Inpres 1/2022 agar dibarengi peningkatan layanan kesehatan
Terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar meminta Inpres 1/2022 dibarengi dengan peningkatan layanan kesehatan sesuai amanat UU SJSN. Jadi, bukan hanya soal sanksi bagi yang belum mendaftar.
Baca Juga: Cara Daftar BPJS Kesehatan via Online dan Cek Kepesertaan Aktif atau Tidak, Beserta Iurannya
Faktanya, pihaknya masih sering mendapat pengaduan soal diskriminasi yang dialami peserta JKN jika dibandingkan dengan pasien umum. Persoalannya beragam, mulai sulit mendapat ruang perawatan hingga jadwal operasi.
”Ini yang harus dipastikan. Peningkatan pelayanan adalah unsur utama. Jadi, masyarakat bisa mengakses dan merasakan pelayanan yang baik,” tegasnya.
Baca Juga: Mulai 1 Maret, Jual Beli Tanah dan Rumah Harus Punya BPJS Kesehatan
Selain itu, unit pengaduan BPJS Kesehatan di setiap fasilitas kesehatan sesuai dengan Perpres 82/2018 tak ditemukan di lapangan. Kalaupun ada, unit pengaduan ini justru diisi petugas rumah sakit. Bukan petugas atau staf BPJS Kesehatan.
”Padahal, kita ini bermasalah dengan rumah sakit. Terus, kita juga mengadunya ke orang rumah sakit. Kan percuma,” keluhnya.