News

Tidak Sejalan dengan Kebijakan Pemerintah, Dugaan Pengemplangan Pajak di Sumedang Dinilai Berdampak Sangat Luas

Radar Bandung - 01/09/2022, 17:56 WIB
OR
Oche Rahmat
Tim Redaksi

RADARBANDUNG.id, – Direktur FINE Institute Kusfiardi mengingatkan, dugaan kasus pengemplangan pajak PT DFT di Sumedang bisa berdampak luas dan serius. Selain tidak sejalan dengan kebijakan Pemerintah soal optimalisasi pajak, juga akan mengurangi dukungan pembiayaan APBN. Itu sebabnya Kusfiardi berharap, agar DJP Kanwil Jawa Barat segera bertindak.

“Kanwil Jabar saya kira tahu bahwa ada perusahaan di Sumedang yang diduga mengemplang pajak. Makanya, tanpa didorong pun, mereka sebaiknya segera menindaklanjuti dan melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan tersebut,” kata analis ekonomi politik tersebut kepada media hari ini.

Menurut Kusfiardi, jika dugaan kasus pajak di Sumedang dibiarkan, akan menambah pekerjaan rumah yang memang sebelumnya sudah ada. Karena dari temuan audit BPK, selalu menyebut tentang piutang pajak. “Jadi, memang harus ada evaluasi serius untuk memperjelas, berapa besar potensi pajak yang sudah terkelola dan belum terkelola,” lanjutnya.

Selain itu, karena kasus ini sudah menjadi isu nasional, lanjut Kusfiardi, tidak menutup kemungkinan bahwa DPR RI melakukan audiensi dengan Dirjen Pajak. “Apalagi dari sisi kelembagaan, memang tidak menutup kemungkinan mekanisme tersebut,” lanjutnya.

Dalam hal ini, lanjutnya, DPR bisa melakukan dengar pendapat dan meminta penjelasan Dirjen Pajak termasuk soal kasus Sumedang, agar bisa didorong untuk diselesaikan.

Kasus yang melibatkan PT DFT di Sumedang, memang sudah meluas menjadi isu nasional. Selain dugaan bahwa perusahaan melakukan pengambilan air tanpa izin dan juga menjual ke industri tanpa izin, DFT juga diduga melakukan pengemplangan pajak. Dalam hal ini, perusahaan tersebut diduga tidak membayar pajak selama delapan tahun. Perusahaan diduga tidak melaporkan pajaknya secara benar dan jauh lebih kecil dari nilai sesungguhnya.

Terkait hal itu, perusahaan ditengarai melanggar UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Pajak Pasal 38 (b). Secara garis besar, pasal tersebut menjelaskan, wajib pajak yang menyampaikan pemberitahuan (SPT Tahunan) tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pendapatan negara, akan dikenakan saksi denda paling sedikit satu kali jumlah pajak terutang, atau yang kurang dibayar dan paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang bayar. Atau, sanksi pidana kurangan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.

Dalam kasus tersebut, perusahaan diduga merugikan keuangan negara. Besarnya potensi kehilangan pendapatan negara sendiri, bisa didasarkan atas data yang dikeluarkan PT DFT. Melalui situs perusahaan tersebut, tertulis bahwa debit pemakaian oleh sejumlah industri besar, adalah 4.896 m3 per hari. Dengan asumsi bahwa PT DFT menjual kepada konsumen Rp10.000/m3, maka dalam sehari dugaan kerugian sekitar Rp48juta. Artinya, dalam setahun, dugaan kerugian adalah 365 x Rp48 juta atau sekitar Rp17,5 miliar per tahun.

(*)