RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Mantan Ketua DPRD Jawa Barat, Irfan Suryanagara menyampaikan pledoi atas dakwaan penipuan, penggelapan dan pencucian uang yang saat ini dihadapinya. Menurutnya, kasus ini membuat karir politiknya hancur dan tersingkir.
Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan yang dihelat di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Baleendah, Senin (30/1). Kasus yang turut menyeret istrinya ini berkaitan dengan bisnis SPBU bersama korban bernama Stelly Gandawidjaja.
Diketahui, dalam sidang tuntutan, Irfan dan istrinya, Endang Kusumawaty dituntut penjara 12 tahun dan denda Rp 2 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai keduanya bekerjasama melakukan penipuan terhadap korban selama enam tahun, sejak tahun 2013 hingga 2019 dengan kerugian mencapai Rp 58,4 miliar. “Tuntutan yang menurut saya sangat-sangat tidak masuk akal,” katanya.
Dalam pledoinya, ia menjelaskan bahwa dari awal dirinya hanya meminjam uang kepada Stelly. Masing-masing Rp 12,5 miliar untuk pembelian SPBU Walahar Karawang, membeli rumah di Cipedes Bandung Rp 1,6 miliar, lalu Rp 800 juta untuk membayar kekurangan pembelian rumah di komplek Setraduta, Kota Bandung.
Irfan pun mengatakan uang tersebut digunakan untuk biaya politik dan sempat meminjam dana talang. Dana Rp 4,5 miliar miliknya yang berada di tangan Stelly merupakan dana pengembalian uang transaksi pembelian gedung.
“Saya mengakui meminjam dana talangan dengan dasar ada uang saya di Stelly. Saya tidak melakukan penipuan, penggelapan apalagi pencucian uang,” katanya.
Irfan pun menyatakan, jika SPBU di Kabupaten dan Kota Cirebon, Sukabumi serta Palabuhan Ratu dibelinya dengan menggunakan dana kredit bank dan bukan pencucian uang, bukan dari uang milik Stelly. “Salah dan keliru, Stelly mengklaim bahwa semua SPBU yang dimiliki diperoleh dengan uang Stelly,” katanya.
Terkait rincian utang Rp 42 miliar yang disodorkan Stelly kepadanya, ia mengaku sudah membayar Rp 5 miliar dan tersisa Rp 37 miliar. Irfan mengaku akan membayar apabila terdapat rincian utangnya kepada pelapor.
Namun, rincian tersebut tidak ada hingga dilakukan mediasi. Tidak lama berselang, ia mengaku dilaporkan Stelly pada tahun 2021 lalu. “Saya siap membayar asal ada rincian yang jelas dan logis disepakati kedua belah pihak yaitu antara saya dan Stelly. Tidak semena – mena sebelah pihak seperti saat ini,” katanya.
Lebih jauh, Irfan merasa janggal ketika mencuatnya pemasalahan ini pada tahun 2021 saat Irfan mengikuti kontesasi politik. Setiap surat pemeriksaan beredar di kalangan kader dari partai yang sempat dipimpinnya di Jabar. Bahkan foto mobil tahanan terparkir di rumahnya beredar di kalangan kader.
“Nama baik saya tercoreng, karir politik hancur dan tersingkir,” katanya. (dbs)