News

Babak Baru Pendidikan Tinggi : Pro-Kontra Meniti Gelar Tanpa Skripsi

Radar Bandung - 31/08/2023, 19:12 WIB
AH
AR Hidayat
Tim Redaksi

Oleh : Fajar Setyaning Dwi Putra
Dosen Politeknik STMI Jakarta

DALAM sorotan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, dunia pendidikan global tengah menghadapi perubahan radikal. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang tepat dan strategis dalam menghadapi tantangan tersebut.

Langkah kontroversialnya yaitu membebaskan mahasiswa dari kewajiban skripsi telah memicu perdebatan di ruang publik. Kita sedang menyaksikan babak baru dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia.

Apakah langkah ini akan menerobos dalam menghadapi tantangan di masa depan? atau justru mematikan daya juang dan budaya akademik mahasiswa dalam melalui proses pendidikan?

Pro-Kontra Mahasiswa Tanpa Skripsi

Proses akhir pendidikan tinggi di Indonesia selama ini diwarnai oleh penyusunan skripsi, sebuah karya ilmiah mandiri yang menggambarkan pemahaman mahasiswa terhadap disiplin ilmunya.

Namun, dengan adanya kebijakan dari Menteri Nadiem tentang mahasiswa yang tidak lagi wajib menyusun skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana, banyak pihak yang merasa dihadapkan pada perubahan drastis.

Baca Juga: Rasyid Rajasa Optimis Kembalikan Kursi DPR dari Dapil I Jabar, Emang Bisa?

Pendukung kebijakan ini berargumen bahwa kewajiban skripsi sering kali membebani mahasiswa dengan tekanan yang tak perlu, mengurangi ruang bagi kreativitas, dan memaksa fokus pada aspek formal daripada pemahaman substansial.

Bebas dari beban skripsi membuat mahasiswa akan memiliki peluang lebih besar untuk mengeksplorasi minat mereka, berpartisipasi dalam proyek nyata, atau memperdalam pengetahuan praktis yang relevan dengan lapangan kerja.

Baca Juga: 12 Tim Terbaik Siap Bertanding di Babak Regional Qualification Bandung Pada SuperSoccer Euro Futsal Championship 2023

Kita sadari bahwa dunia kerja modern lebih menghargai keterampilan nyata daripada hanya gelar akademis semata. Dengan menghilangkan tekanan untuk menulis skripsi, mahasiswa dapat lebih fokus pada pengembangan keterampilan yang lebih beragam dan berorientasi pada industri.
Namun, pro dan kontra pun tak terhindarkan.

Para kritikus merasa bahwa skripsi adalah bukti konkrit dari penguasaan mahasiswa terhadap ilmunya. Tanpanya, bagaimana lembaga pendidikan tinggi akan menilai sejauh mana mahasiswa telah belajar?

Selain itu, aspek penelitian dan analisis yang diajarkan melalui penyusunan skripsi juga memiliki nilai dalam mengasah kemampuan kritis dan pemecahan masalah mahasiswa.