Seiring itu, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, maupun disinformasi biasanya bakal mengiringi. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun meminta semua pihak ikut mengantisipasi.
Bawaslu memperkirakan puncak penyebaran hoaks, terutama melalui media sosial (medsos), terjadi pada Februari 2024.
Baca Juga: Bawaslu Kota Cimahi Siap Sukseskan Pemilu 2024
Anggota Bawaslu Herwyn J.H. Malonda mengungkapkan, mengacu pada pengalaman Pemilu 2019, intensitas hoaks meningkat pesat pada April. Pada bulan tersebut, itulah kesempatan terakhir sebelum pemungutan suara yang ketika itu diadakan April.
Nah, pada Pemilu 2024, pihaknya memprediksi situasi serupa terjadi. Intensitas akan mulai meningkat pada November 2023 dan mencapai puncaknya di Februari. ”Ini yang memang kita perlu perhatikan bersama,” ujar Herwyn kemarin (3/9) dikutip dari Jawapos.com.
Baca Juga: Polri Minta Istilah Cebong dan Kampret Tak Muncul di Pemilu 2024
Pada April 2019, Bawaslu mencatat, setidaknya ada 501 isu hoaks yang menyebar. Pada 2024, intensitasnya bisa saja meningkat seiring dengan masifnya penetrasi medsos. Karena itu, tren tersebut perlu diantisipasi. Sebab, dampaknya adalah polarisasi di tengah masyarakat menguat, muncul ketidakpercayaan kepada penyelenggara pemilu, hingga hasil pemilu yang direspons dengan tindak kekerasan.
Herwyn menegaskan, Bawaslu telah melakukan persiapan. Diawali pencegahan, media monitoring, sekaligus memublikasikan informasi dan edukasi kepemiluan secara masif. Dengan begitu, diharapkan maraknya informasi hoaks dapat diredam.
Pihaknya juga berkolaborasi dengan stakeholder terkait. Di antaranya, Kemenkominfo, platform medsos, dan kreator konten. Serta membentuk gugus tugas pengawasan kampanye bersama KPI, KPU dan Dewan Pers.
(far/idr/c14/hud/jpc)