RADARBANDUNG.id, CICALENGKA – Pada peringatan Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2023, Pesantren Husainiyah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, menggelar kegiatan bertema Suara Santri Suara Negri untuk menyampaikan keresahan para santrinya mengenai isu sosial dan kejadian-kejadian yang belakangan terjadi.
Dalam kegiatan ini terdapat dua isu utama yakni menjadi sorotan para santri yaitu, penghentian invasi Israel ke Palestina dan penghentian perilaku bullying (perundungan). Keresahan para santri tersebut dituangkan pada medium kesenian berupa pagelaran teater dan karya puisi.
Salah seorang santri kelas 11 MA Husainiyah, Nahzan mengatakan, golongan santri atau pemuda seharusnya bisa lebih berani untuk menyampapaikan gagasannya dan lebih bisa memahami apa yang dibutuhkan oleh generasinya. Ia menyebut bahwa di setiap generasi kebutuhannya pun akan berbeda-beda mengikuti semangat zamannya.
“Santri ini kan sama dengan pelajar, bukan orang-orang yang ketinggalan zaman, dan orang – orang juga harus bisa melihat lagi peran santri di masa lalu yang juga berjuang di garis depan dalam memertahankan kemerdekaan,” kata Nahzan, ditulis Rabu (25/10).
Ramainya konflik antara Israel dan Palestina akhir-akhir ini diakuinya cukup membuatnya merasa resah. Belum lagi dengan masih maraknya praktik bullying yang terjadi di sekolah – sekolah maupun pesantren. “Konflik Israel – Palestina ini harusnya segera selesai, dan Israel tidak boleh bertindak seperti itu, mereka itu kan sebelumnya pendatang di tanah Palestina, tidak bisa dong tiba – tiba menyerobot tanah masyarakat asli sana, sebagai tamu itu harusnya bisa menghargai tuan rumah,” ujarnya.
“Satu lagi soal bully, ini saya dan kawan – kawan di sini sangat menolak keras. Seharusnya manusia itu bisa memanusiakan manusia lain yang punya perbedaan, tidak boleh semena – mena, karena kan sama kita semua ciptaan Tuhan, dan kita diberikan hak yang untuk menentukan apa yang mau kita sukai, itukan selera. Tidak boleh memaksakan kehendak sendiri kepada yang berbeda pandangan atau kesukaan, apalagi kalau sampai jadi tindakan bully,” imbuhnya.
Senada dengan pendapat Nahzan, seorang siswi kelas 12, Salwa Zulpatunisa megatakan tindakan bullying tersebut sangat ditolaknya karena memberikan dampak buruk bagi korban maupun keluarganya. Ia pun senada dengan pendapat Nahzan terkait konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina.
“Apapun bentuk bully-nya baik verbal atau fisik itu sangat tidak bisa dibenarkan. kita harus bisa memahami apa yang dirasakan oleh korbannya, bagaimana kalau kita di posisinya, begitu. Apalagi traumanya itu kan sulit hilang dari korban,” tegas Salwa.
Sementara itu, Kepala Sekolah MA Pesantren Husainiyah, Tita Tabiya Tourisia, menerangkan, Hari Santri Nasional (HSN) seringkali hanya berisi kegiatan yang sifatnya seremonial semata. Untuk itu, dirinya menyebut, seharusnya momen peringatan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kembali membangun kekuatan santri di Indonesia untuk bisa berperan aktif dalam pembangunan bangsa.
“Saya rasa momen hari santri ini harus dijadikan momentum untuk kembali melihat ke belakang sebagai renungan untuk mengambil langkah ke depan, karena di situ ada nilai resolusi jihad, mempertahankaan kenegaraan, peran santri, ulama, kiyai yang sama besarnya untuk negeri ini,” kata Tita.
Ia menilai momen hari santri pun harus bisa dimanfaatkan oleh pesantren dalam meningkatkan kesadaran para santrinya. Apalagi, di Jawa Barat dan Indonesia ada banyak sekali pesantren yang tersebar di seluruh daerah.
“Kalau di Husainiyah ini peringatan hari santri selalu kita jadikan sebagai momentum bagi para santri untuk meningkatkan awareness-nya terkait kondisi sosial dan masyarakat, dan kami pun mengajak mereka untuk bisa menyuarakan keresahannya itu, agar suara mereka bisa didengar pula oleh masyarakat,” ujarnya.
“Spirit suara santri untuk perubahan negeri menuju lebih baik inilah yang kita terus tanamkan ke mereka, sebagai bekalnya di masa depan saat terjun langsung ke masyarakat,” pungkasnya. (rup)