RADARBANDUNG.id, PADALARANG- Perhimpunan Bank-Bank Nasional (PERBANAS) meyakini bahwa industri perbankan Indonesia siap menghadapi kondisi perekonomian global yang serba tidak pasti. Penopangnya adalah resiliensi di sisi likuiditas, pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga yang stabil, serta pengelolaan risiko yang prudent.
Hal itu disampaikan sejumlah narasumber pakar pada Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Mason Pine, Padalarang, Kamis (23/11).
Ketua Umum Perbanas Kartika Wirjoatmodjo hadir dalam acara bersama sejumlah narasumber, di antaranya Winang Budoyo, Chief Economist Bank BTN; Bayu Krisnamurthi, Guru Besar IPB serta Pakar Pertanian, Pangan, Energi, dan Perdagangan.
Hadir pula Junito Ahmad Haryono selaku Pengamat Pasar Uang; Ristiawan Suherman, Presiden Direktur CIMB Niaga dan Pengurus Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) hingga Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB.
Ketua Umum Perbanas Kartika Wirjoatmodjo mengatakan di tengah kondisi yang tidak pasti, baik di dalam negeri maupun secara global, terdapat urgensi untuk memahami bagaimana kondisi dinamika perekonomian global dan domestik sehingga kita dapat memaksimalkan peluang di tengah perlambatan global.
Berdasarkan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF), perekonomian dunia pada tahun 2023 dan 2024 bertumbuh masing-masing sebesar 3% dan 2,9%, yang menunjukkan adanya risiko ekonomi dan geopolitik yang terus berlanjut sehingga akan menghambat laju ekonomi. Namun, Bank Dunia (World Bank) memiliki pandangan yang lebih positif terhadap ekonomi pada 2024, sejalan dengan normalisasi suku bunga dan inflasi.
Di sisi perekonomian domestik, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan Indonesia pada kuartal II-2023 mencapai 5,17% (year-on-year) yang ditopang oleh pemulihan sektor manufaktur dan stabilitas kinerja sektor pertanian. Namun, terdapat depresiasi nilai tukar rupiah yang dapat berdampak bagi sejumlah sektor industri dan perdagangan akibat kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika (The Fed).
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh kinerja sektor perbankan yang saat ini stabil kendati terdapat pengetatan likuiditas global. Pada semester II-2023, rasio kecukupan modal (CAR) perbankan Indonesia terjaga pada level 27,6%, serta rasio kredit bermasalah (NPL) bruto menurun ke level 2,3%.
Penyaluran kredit yang bertumbuh sebesar 7,76% (y-o-y) terus mendukung aktivitas perekonomian. Bank Indonesia memperkirakan kredit perbankan nasional akan tetap tumbuh positif pada tahun 2024, yaitu sekitar 8% hingga 11%.
“Angka tersebut kurang lebih sama dengan target tahun ini yaitu 9% hingga 11%, namun dengan batas bawah yang lebih rendah,” kata dia melalui siaran pers yang diterima.
Pada saat yang sama, Indonesia akan menghadapi tahun Pemilu pada 2024 yang diperkirakan dapat mempengaruhi risk appetite para investor dan pelaku usaha, yang cenderung wait and see hingga terdapat kepastian mengenai hasil kontestasi politik serta perubahan yang akan ditimbulkannya.
Beberapa investor dan pelaku usaha, terutama pada bisnis-bisnis yang sangat sensitif terhadap perubahan regulasi, cenderung mengurangi investasi dalam rangka membendung eksposur risiko dari ketidakpastian pada tahun politik. Namun, beberapa dari mereka mengaku tidak terpengaruh dan mampu mengambil peluang untuk mengembangkan investasi dan bisnis mereka. (dbs)