RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Kelompok Studi Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) merilis hasil penelitian independen terbaru, menguji keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat (PC) dari berbagai merek ternama di Provinsi Jawa Barat.
Penelitian itu merupakan respon dari kegelisahan yang ditimbulkan berbagai informasi yang simpang siur tentang risiko BPA pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon.
Hasil penelitian menunjukkan semua sampel air minum yang diuji terbukti aman untuk dikonsumsi masyarakat dan telah sesuai dengan standar serta regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga standar internasional.
Ir. Akhmad Zainal Abidin, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, menegaskan bahwa semua sampel air minum yang diuji bebas kandungan zat berbahaya, salah satunya yaitu Bisphenol-A (BPA).
“Studi ini berfokus untuk mendeteksi peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon berbahan polikarbonat ke dalam air minum,” kata dia saat presentasi hasil penelitian oleh Kelompok Studi Polimer ITB, di Dago, Kota Bandung, Senin (26/8)
Terdapat empat sampel dari merek AMDK terpopuler yang diteliti yaitu Amidis, AQUA, Crystallin, dan Vit. Dari penelitian yang dilakukan, ia tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji.
Artinya, kadar BPA masih sangat aman, berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan otoritas keamanan pangan nasional dan internasional, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” kata Zainal.
Zainal memaparkan penelitian ini merupakan bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, tepercaya, dan independen.
Menurut dia, penelitian ini mengikuti metode uji baku keamanan dan kualitas air minum nasional dan internasional, baik standar dari BPOM, SNI, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), maupun American Public Health Association (APHA), dengan menggunakan detail analisis kimia dari Association of Official Analytical Chemist International (AOAC).
Penelitian dilakukan menggunakan alat ukur canggih yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terkenal akan ketepatan akurasinya, dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L). Sedangkan, menurut Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019, ambang batas maksimum migrasi BPA dalam wadah penyimpanan adalah 600 mikrogram per liter (0,6 ppm).
Lokasi uji dan pengambilan sampel penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat, sebagai wilayah dengan jumlah sarana produksi industri AMDK terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Registrasi Pangan Olahan BPOM,1 Jawa Barat memiliki jumlah fasilitas terbanyak dengan 193fasilitas, diikuti oleh Jawa Timur dengan 166 fasilitas, dan Sulawesi Selatan dengan 158 fasilitas dari total 1.247 fasilitas produksi AMDK di seluruh Indonesia yang tercatat pada tahun 2022.
Zainal menjelaskan BPA pertama kali dibuat pada tahun 1891, telah digunakan secara luas terutama dalam pembuatan plastik polikarbonat. BPA tahan terhadap suhu dari -40 hingga 145 derajat Celcius.
Selain digunakan dalam produk kemasan pangan, BPA juga ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari lainnya seperti tambal gigi, makanan dan minuman kaleng, serta kertas termal yang digunakan untuk struk belanja.2
“BPA ini tidak lepas dari kehidupan sehari-hari kita. Suka tidak suka, sadar tidak sadar kita terpapar oleh BPA. Jadi, hal yang perlu diperhatikan pada kemasan ini adalah batas aman, dan itu sudah diatur oleh regulator, dalam hal ini BPOM,” kata Zainal.
Sementara itu, Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialis Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes menjelaskan BPA merupakan senyawa kimia yang pertama kali dibuat pada tahun 1891, dan telah digunakan secara luas.
Selain digunakan dalam produk kemasan pangan, BPA juga ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari lainnya seperti tambal gigi, makanan dan minuman kaleng, serta kertas termal yang digunakan untuk struk belanja.
Masyarakat masih dibuat bingung dengan banyaknya berita yang simpang siur tentang bahaya Bisphenol-A (BPA) pada kesehatan. Hanya segelintir yang benar-benar paham apa itu BPA.
Pada air minum khususnya dengan kemasan galon berbahan polikarbonat, belum ada kasus penyakit maupun masalah kesehatan yang terkait langsung dengan kontaminasi BPA. Namun belakangan narasi mengenai bahaya BPA bagi kesehatan masyarakat terus berkembang meski belum ada riset dan kesepakatan ahli yang mendasari pernyataan tersebut.
Untuk diketahui, air minum dengan kemasan galon berbahan polikarbonat diproduksi sesuai aturan serta standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan sudah digunakan lebih dari 40 tahun oleh masyarakat Indonesia.
“Saya tegaskan bahwa sampai saat ini, belum ada bukti kuat atau data ilmiah yang cukup untuk menyatakan bahwa BPA dapat menyebabkan masalah kesehatan, baik itu gangguan hormonal atau bahkan diabetes,” jelas dia.
“Hasil penelitian yang ada saat ini membuktikan BPA ketika masuk ke dalam tubuh akan didetoksifikasi oleh hati, dibuang menjadi urin dan feses, sehingga zat tersebut tidak masuk ke dalam sistem peredaran darah. Artinya, sejumlah kecil BPA yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya bagi Kesehatan,” pungkasnya. (dbs)