RADARBANDUNG.ID, SOREANG-Manisan Kalua Jeruk, kuliner khas Ciwidey, telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2024.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung, Wawan A Ridwan mengatakan, penetapan ini sekaligus mencakup leuhang, spa tradisional khas Kabupaten Bandung.
“Kalua jeruk dan leuhang telah diakui sebagai simbol keunikan budaya Kabupaten Bandung,” ujarnya, Senin (6/10).
Baca juga : Menggoyang Lidah di Garut, Inilah Surga Kuliner Pedas yang Wajib Dicoba
Kalua jeruk sendiri merupakan manisan yang berbahan dasar kulit jeruk bali. Proses pengolahannya menghasilkan cita rasa manis yang khas dari gula, disertai aroma jeruk yang harum.
“Oleh-oleh khas Ciwidey ini sudah lama menjadi favorit wisatawan, khususnya untuk yang berkunjung ke Kabupaten Bandung,” ujar dia.
Berbeda dengan kalua jeruk, leuhang menawarkan pengalaman spa tradisional yang unik. Spa ini menggunakan uap dari rebusan rempah-rempah yang mampu memberikan sensasi relaksasi.
Baca juga : Festival Jelajah Kuliner Nusantara Dorong UMKM Naik Kelas
“Dan yang penting khasiatnya juga bisa menyegarkan tubuh, dan menghadirkan aroma alami yang menenangkan,” ungkap dia,
Keberadaan kedua warisan budaya ini, menurut Wawan, turut menambah daya tarik wisata Kabupaten Bandung. Leuhang kini bahkan menjadi bagian dari paket layanan yang ditawarkan di beberapa penginapan, selain tersedia di tempat spa tradisional.
“Kami berharap pengakuan ini dapat memperkaya budaya lokal sekaligus meningkatkan daya saing pariwisata Kabupaten Bandung,” pungkasnya.
Manisan terbuat dari kulit jeruk bali ini memang sudah menjadi panganan khas Ciwidey. Sejak puluhan tahun silam, panganan ini menjadi oleh-oleh khas Ciwidey jauh sebelum stroberi ada di kawasan tersebut.
Keberadaan manisan khas Ciwidey ini tidak terlepas dari seorang warga bernama Eneh Sutinah. Dia adalah orang yang pertama kali membuat kalua jeruk di Ciwidey. Pada 1925 Eneh mendirikan warung yang menjual jajanan itu di rumahnya. (kus)