News

Penyidikan Korupsi PT ENM, Jejak Dana Hilang dalam Skema Subkontrak Ilegal

Radar Bandung - 17/04/2025, 00:53 WIB
DS
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Konferensi pers Kejari Kota Bandung usai melakukan penggeledahan di Kantor PT ENM dan kediaman mantan Dirut PT MUJ, Senin (14/4) malam, Jl. Jakarta, Kota Bandung. (Foto. Diwan Sapta Nurmawan/Radar Bandung)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Kejaksaan Negeri Kota Bandung bergerak cepat dengan melakukan penyidikan intensif terhadap dugaan korupsi dalam proses penyediaan barang dan jasa. Dua lokasi menjadi titik penggeledahan penting, kantor PT Energi Negeri Mandiri (ENM) di Jalan Jakarta, Kota Bandung, serta kediaman mantan Direktur Utama PT Migas Utama Jabar (MUJ), berinisial BT, yang beralamat di Tatar Kumala Sinta, Kota Baru Parahyangan, Bandung Barat, Senin (14/4/2025). Langkah ini merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan terhadap indikasi kerugian negara yang cukup besar dalam transaksi antarperusahaan yang melibatkan dana publik.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung, Irfan Wibowo dalam keterangannya menjelaskan tindakan penggeledahan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan nomor: PRINT-1322/M.2.10/Fd.2/04/2025 serta Surat Perintah Penyidikan nomor: 1321/M.2.10/Fd.1/04/2025. Seluruh proses dilaksanakan secara resmi dan sah sebagai bagian dari penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kerja sama antara PT Energi Negeri Mandiri (anak perusahaan dari BUMD PT Migas Utama Jabar) dengan PT Serba Dinamik Indonesia (SDI) yang berlangsung dalam kurun waktu 2022 hingga 2023.

Menurut Irfan Wibowo, penggeledahan yang dimulai selepas salat Zuhur dan baru rampung usai Magrib ini berlangsung tanpa hambatan. Dari hasilnya, tim penyidik berhasil mengamankan total 98 item barang bukti berupa dokumen penting. Rinciannya, sebanyak 56 dokumen ditemukan di kantor PT ENM, sementara sisanya, sebanyak 42 dokumen, disita dari rumah mantan pejabat PT MUJ.

“Beberapa di antara barang sitaan tersebut bahkan mencakup benda-benda bernilai seperti uang asing dan kartu ATM bank dari dua institusi perbankan ternama, Mandiri dan BCA, termasuk rekening dalam denominasi mata uang asing,” jelas Irfan Wibowo.

Lebih lanjut, Irfan menjelaskan asal mula perkara ini. Dugaan korupsi bermula dari pengelolaan dana participating interest (PI) sebesar 10 persen yang dikelola oleh PT MUJ. Dana ini kemudian dialirkan untuk mendanai kegiatan anak perusahaan mereka, yaitu PT ENM. Dalam pelaksanaannya, PT ENM kemudian menjalin kemitraan dalam bentuk subkontrak dengan PT SDI untuk penyediaan barang dan jasa.

“Namun, kerja sama tersebut ternyata tidak melalui prosedur yang seharusnya, terutama karena tidak memperoleh persetujuan dari perusahaan induk, serta terdapat kelemahan dalam perencanaan dan pengendalian internal perusahaan,” ungkap Irfan.

Irfan Wibowo menambahkan akibat kelalaian tersebut, pembayaran dari pihak PT SDI terhadap PT ENM mengalami kegagalan. Dampaknya sangat signifikan yakni berujung pada kerugian yang dialami PT ENM sebesar Rp86,2 miliar.

“Sebagai entitas anak perusahaan dari BUMD milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kerugian ini jelas mengindikasikan adanya potensi kerugian negara yang harus diusut secara menyeluruh,” tambah Irfan.

Seiring dengan langkah hukum yang tengah dijalankan, tim penyidik Kejari Kota Bandung menyatakan dokumen-dokumen yang telah disita akan menjadi objek pendalaman. Tujuannya adalah untuk memastikan sejauh mana keterlibatan para pihak serta memetakan struktur kerja sama yang diduga tidak sah ini.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bandung, Ridha Nurul Ihsan, turut memberikan penjelasan mengenai proses penggeledahan yang digelar.

Ridha Nurul Ihsan menegaskan tindakan tersebut dilakukan sebagai respons terhadap adanya indikasi kuat keterlibatan PT ENM dalam praktik subkontrak ilegal.

Ridha mengungkapkan sejauh ini lebih dari 10 orang saksi telah dimintai keterangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, diketahui PT ENM menerima pekerjaan berupa subkontrak dari PT SDI, yang sebelumnya memperoleh proyek dari anak perusahaan Pertamina.

“Masalah muncul karena pekerjaan subkontrak tersebut tidak diketahui atau disetujui oleh pihak pemberi kerja utama, sebuah pelanggaran administratif yang sangat krusial dalam sistem pengadaan barang dan jasa,” ungkap Ridha.

Secara teknis, proyek yang digarap berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa untuk kilang minyak. Ridha menyebut mekanisme subkontrak dalam proyek ini harus tunduk pada persetujuan dan pengawasan dari pemberi kerja utama. Dalam kasus ini, prosedur tersebut sama sekali tidak dijalankan, sehingga kerja sama antara PT SDI dan PT ENM beroperasi tanpa dasar hukum yang kuat. Hal ini menjadikan seluruh proses berisiko tinggi dan berpotensi menimbulkan kerugian besar.

Ridha menjelaskan keterkaitan antara PT MUJ sebagai induk perusahaan dan PT ENM sebagai anak usahanya menjadi poin penting dalam penyelidikan ini.

“Setiap aktivitas bisnis yang dilakukan oleh PT ENM seharusnya melalui persetujuan dari PT MUJ. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya kelalaian atau bahkan kemungkinan manipulasi dalam pengambilan keputusan investasi yang merugikan,” jelas Ridha.

Ridha menegaskan pihaknya akan membuka seluruh peran para pihak secara rinci dalam proses penyidikan lanjutan. Fokus utamanya adalah memastikan apakah transaksi yang menyebabkan kerugian ini merupakan bagian dari skenario fiktif atau memang terjadi namun sarat penyimpangan hukum.

“Yang jelas, nilai potensi kerugian negara mencapai Rp86 miliar dan pusat kejadian berada di wilayah Bandung. Ini bukan angka kecil dan harus diusut tuntas,” pungkas Ridha.(dsn)