RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Pemerintah Provinsi Jawa Barat masih menjadi primadona investasi sekaligus berkontribusi terhadap lokomotif perekonomian nasional.
Upaya perlindungan dan kepastian hukum dalam rangka menjaga iklim investasi tetap menjadi komponen utama komitmen yang dijaga.
Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) pada triwulan I tahun 2025 berhasil melampaui target yang ditetapkan. Hal tersebut tergambar pada total realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM).
Total penanaman modal yang tersebar di 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat mencapai Rp 68.541.788.618.854,-. Ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja mencapai sebanyak 91.082 orang.
Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar Rp3.889.433.060.795 atau tumbuh 6,02% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024 yang sebesar Rp64.652.355.558.059,- serta telah mencapai 25,39% dari target nasional yang ditetapkan pemerintah pusat/BKPM RI sebesar Rp270 triliun.
“Peningkatan signifikan ini mencerminkan terus menguatnya kepercayaan investor, baik dari dalam maupun luar negeri, terhadap potensi dan iklim investasi yang kondusif di Provinsi Jawa Barat,” ucap Kepala DPMPTSP, Dedi Taufik.
Jika ditinjau lebih dalam, persebaran sektor yang mendukung Realisasi Investasi di Jawa Barat berdasarkan peringkat 5 besar dari masing-masing kategori yang diminati para investor dalam merealisasikan kegiatan usaha yakni, peringkat Realisasi Investasi PMA/PMDN, pertama dihuni oleh Industri Pengolahan sebesar Rp 34.48 Triliun Sektor Investasi (50,31%)
Lalu, Real Estat Rp 6.44Triliun (9,40%), Informasi dan Komunikasi Rp 6.26 Triliun (9,14%), Pengadaan Listrik dan Gas Rp 5.24 triliun (7,65%) dan Transportasi dan Pergudangan Rp 4.01 triliun (5,86%)
Lalu, peringkat Penyerapan Tenaga Kerja PMA/PMDN, urutan pertama ditempati oleh Industri Pengolahan 58.406 Sektor (67,69 %), Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi 6.786 Sektor (7,87 %), Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.958 Sektor (5,75 %), Jasa Perusahaan 4.311 Sektor (5,00 %) dan Transportasi dan Pergudangan 2.156 2,50
Dedi Taufik pun mengungkap peringkat Jumlah LKPM PMA/PMDN, yakni Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi 19.468 Sektor (33,33 %), Industri Pengolahan 12.208 Sektor (20,90 %), Konstruksi 8.169 Sektor (13,99%), Jasa Perusahaan 3.695 Sektor (6,33 %) dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3.282 Sektor (5,62%).
“Data yang kami himpun ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat masih menjadi primadona investasi di tengah tantangan global. Tentu kami akan menjaga iklim investasi yang sehat, kompetitif, dan inklusif. Kami juga berkomitmen untuk terus mendorong pertumbuhan pelaku UMK melalui berbagai program pendampingan, akses permodalan dan lain-lain,” jelas Dedi Taufik.
Selain itu, Dedi Taufik menyebut pihaknya saat ini akan fokus menjaga momentum dengan memperkuat peran strategis provinsi ini dalam mendukung target nasional investasi sebesar Rp1.900 triliun untuk tahun 2024–2025
“Jawa Barat berkontribusi 14,7% terhadap total realisasi investasi nasional yang mencapai Rp465,2 triliun pada Triwulan I 2025. Diharapkan pada Triwulan ke 2 tahun 2025 target realisasi investasi sebesar Rp. 68,5 Triliun dapat tercapai,” jelas Dedi Taufik.
“DPMPTSP Provinsi Jawa Barat juga aktif mendukung target nasional melalui berbagai inovasi pelayanan investasi, seperti Digitalisasi perizinan dan pelaporan LKPM, Sinkronisasi regulasi dan fasilitasi investasi strategis, Kolaborasi antara usaha besar dengan pelaku UMKM di daerah, Promosi investasi dan Pengendalian investasi strategis,” ia melanjutkan.
Di sisi lain, komitmen yang disampaikan Dedi Taufik sejalan dengan instruksi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang memiliki kebijakan untuk memberikan perlindungan pada investor yang ada di Jawa Barat agar melahirkan kenyamanan bagi para penanam modal.
“Kami ingin rakyat sejahtera, supaya bekerja dengan baik. Kami juga memastikan terkait perizinan yang harus berjalan cepat dan efektif,” katanya
Dedi Mulyadi mengaku tidak ingin warga mendapatkan harga beli dari pihak pengembang tidak sesuai dengan kesepakatan. Menurutnya pemilik lahan harus menerima penuh uang pembelian bukan mafia tanah yang malah diuntungkan. “Nanti saya pimpin langsung, gubernur bukan ingin menjadi calo tanah tapi memfasilitasi agar tidak via-via,” tegasnya. ***