RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Teras Cihampelas, salah satu ikon kota Bandung yang sempat menyita perhatian nasional saat pertama kali dibangun, kini tengah bersiap memasuki babak baru. Pemerintah Kota Bandung berencana menata ulang kawasan tersebut agar tak lagi menjadi ruang mati, tapi menjadi pusat interaksi warga yang lebih hidup dan relevan.
Rencana ini mencuat dalam Workshop Placemaking Teras Cihampelas yang digelar di Gedung Arsitektur ITB, Kamis (29/5/2025). Acara ini menjadi ajang lintas negara yang melibatkan Japan Foundation, Malaysia Placemaking, ITB, dan Pemkot Bandung untuk membahas masa depan ruang publik yang adaptif dan inklusif.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, yang hadir membuka workshop, menyoroti pentingnya menyegarkan kembali fungsi Teras Cihampelas. Menurutnya, sejak diresmikan, kawasan ini memang dirancang sebagai penghubung kawasan perdagangan Cihampelas yang padat, namun kini fungsinya perlahan memudar.
“Dulu, Teras Cihampelas adalah wajah baru kota. Tempat orang belanja, kulineran, dan menikmati pemandangan. Tapi sekarang kita perlu jujur bertanya, apakah ia masih hidup?” ujar Erwin di Gedung Arsitektur ITB, Kamis (29/5/2025).
Erwin menyebut ruang publik seperti Teras Cihampelas tak bisa dibiarkan menjadi infrastruktur statis. Sebaliknya, ruang ini harus terus bertransformasi, seiring kebutuhan dan gaya hidup masyarakat urban.
Erwin mengungkap pemerintah tengah menggulirkan rencana untuk mengevaluasi total fungsi dan desain Teras Cihampelas. Ia bahkan menyebut Gubernur Jawa Barat sudah menyampaikan keinginan serupa.
“Evaluasi ini penting agar penataan ke depan lebih inklusif, lebih manusiawi, dan tidak terputus dari aspirasi warga. Teras Cihampelas harus kita hidupkan kembali, bukan dibiarkan jadi monumen,” tegasnya.
Erwin menambahkan evaluasi ini tidak semata-mata akan menambah fasilitas fisik, tapi akan melibatkan masyarakat, akademisi, dan komunitas untuk menentukan arah barunya. Pendekatan placemaking dipilih agar ruang publik tidak hanya cantik dipandang, tapi juga fungsional dan bermakna secara sosial.
Lebih lanjut, Erwin menjelaskan konsep placemaking yang menjadi tema utama workshop ini ditekankan sebagai solusi. Bukan sekadar membangun, tapi menciptakan ruang yang mampu merangsang interaksi, kreativitas, dan kehidupan sosial kota.
“Placemaking mengajak kita mendesain kota bukan dari meja birokrat, tapi dari realitas warga. Di situlah Teras Cihampelas harus kembali ke ruhnya, tempat bertemu, berkreasi, dan berbagi,” ujar Erwin.
Erwin menyebut banyak inspirasi bisa diambil dari negara seperti Jepang dan Malaysia, yang ruang publiknya tidak hanya indah, tapi juga berfungsi sebagai penggerak ekonomi lokal dan wadah komunitas.
Erwin juga menyampaikan revitalisasi Teras Cihampelas akan menjadi model awal untuk pengembangan ruang publik lainnya di 30 kecamatan Bandung. Nantinya, konsep serupa akan diterapkan dalam pengembangan pusat kuliner, inkubasi bisnis, hingga ruang komunitas di tingkat kelurahan.
“Kita ingin Teras Cihampelas tidak berdiri sendiri. Ia harus jadi simpul dalam jejaring ruang publik kota yang hidup dan terkoneksi,” ungkapnya.
Masukan dari para pakar dalam workshop ini, menurut Erwin, akan diintegrasikan dalam pembahasan anggaran perubahan Juni dan APBD murni 2026 yang akan digodok bulan Juli mendatang.
Lebih dari sekadar jalur pedestrian, Erwin menekankan Teras Cihampelas harus menjadi jantung kehidupan kota, bukan hanya destinasi wisata sesaat. Erwin ingin kawasan ini menjadi tempat warga bisa saling menyapa, seniman bisa berkarya, UMKM bisa tumbuh, dan anak-anak bisa bermain.
“Bandung butuh ruang publik yang menyala. Bukan sekadar pencahayaan, tapi menyala karena dihidupi manusia. Itulah harapan kita untuk Teras Cihampelas,” pungkas Erwin.(dsn)