RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pendidikan dasar (SD dan SMP) bebas biaya, tak hanya bagi sekolah negeri tapi juga swasta, sontak menjadi bola panas yang bergulir ke meja Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Respons pun datang cepat. Wali Kota dan jajarannya tak ingin sekadar menjadi penonton atas keputusan yang kini jadi sorotan publik nasional.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin menegaskan Pemkot tengah bersiap untuk menggelar forum besar bersama seluruh kepala sekolah se-Kota Bandung. Baik kepala sekolah negeri maupun swasta akan duduk satu meja, membahas bagaimana putusan MK yang bersifat final dan mengikat ini bisa diterjemahkan ke dalam kebijakan yang konkret, adil, dan aplikatif.
“Ini bukan lagi soal diskusi biasa. Ini soal menata ulang sistem pembiayaan pendidikan. Kita ingin cari jalan keluar yang realistis, bukan reaktif,” ujar Erwin saat menghadiri kegiatan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jumat (30/5/2025).
Erwin menolak jika pertemuan ini dianggap sebagai formalitas semata. Erwin melihat langkah ini sebagai bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap prinsip keadilan sosial. Menurutnya, pendidikan yang bebas biaya adalah hak dasar warga, bukan barang dagangan yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu.
“Kami sangat sepakat dengan spirit putusan MK. Pendidikan bukan komoditas, melainkan hak konstitusional. Jika bicara demokrasi sosial, maka akses pendidikan yang setara harus menjadi prioritas utama,” tegas Erwin.
Pernyataan ini menjadi sinyal kuat Pemkot Bandung tidak akan tinggal diam. Apalagi, keputusan MK ini menyentuh aspek sensitif, struktur pembiayaan di sekolah swasta, yang selama ini bergantung penuh pada iuran orang tua siswa.
Meski mendukung penuh putusan MK, Erwin mengakui pendekatan satu kebijakan untuk semua sekolah tidak bisa diterapkan begitu saja. Erwin menilai perlu ada masa transisi dan dukungan fiskal dari pemerintah pusat maupun daerah agar sekolah swasta tetap bisa menjalankan fungsi pendidikan tanpa harus mengorbankan kualitas.
“Ini bukan soal siapa yang harus mengalah. Kita perlu titik temu. Mungkin melalui mekanisme subsidi, kolaborasi pemerintah-swasta, atau model pembiayaan alternatif lainnya,” ungkapnya.
Erwin menekankan regulasi pendidikan gratis sebenarnya sudah ada dalam undang-undang, namun implementasinya selama ini kerap mandek, terutama bagi sekolah swasta yang tidak menikmati porsi anggaran pendidikan dari APBN atau APBD.
Menurut Erwin, putusan MK adalah semacam alarm nasional yang memaksa semua pihak untuk mengevaluasi ulang sistem pendidikan saat ini. Ia tak ingin keputusan itu hanya menjadi bahan perdebatan di ruang-ruang formal, tanpa ada tindak lanjut yang nyata.
“Putusan ini bukan untuk diperdebatkan ulang, tapi untuk dijalankan. Sekarang waktunya kita refleksi dan bergerak cepat. Jangan sampai masa depan anak-anak kita tergadai karena kita terlalu lama berwacana,” tegasnya.
Forum besar yang akan digelar Pemkot Bandung dalam waktu dekat diharapkan bukan hanya menjadi ajang konsolidasi, melainkan wadah lahirnya solusi nyata. Erwin optimis dengan kolaborasi yang kuat antara pemangku kepentingan pendidikan, Kota Bandung bisa menjadi pionir dalam menyikapi putusan MK secara bijak dan progresif.
“Ini bukan hanya soal menaati hukum. Ini soal bagaimana kita berani menghadirkan masa depan pendidikan yang lebih adil. Dan itu butuh keberanian politik, kebijakan yang tajam, serta kemauan untuk bekerja sama,” pungkas Erwin.(dsn)