News

Jam Sekolah Mulai Pukul 06.30: Bupati Bandung Setuju, Psikolog Peringatkan Dampaknya

Radar Bandung - 09/06/2025, 14:51 WIB
D
Darmanto
Tim Redaksi
Sejumlah siswa kelas 1 mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah di SD Mathla'ul khoeriyah, Tamansari, Kota Bandung. (taofik achmad/radar bandung)

RADARBANDUNG.ID, SOREANG – Gagasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tentang pengaturan waktu masuk atau jam  sekolah lebih awal pada pukul 06.30 kembali memicu polemik seputar efektivitas belajar siswa.

Di satu pihak, Bupati Bandung Dadang Supriatna menyambut baik wacana jam sekolah tersebut karena dianggap dapat membentuk karakter disiplin. Namun, dari sudut pandang psikologi pendidikan, jam masuk sekolah tersebut belum ideal untuk menunjang fungsi belajar anak secara maksimal.

Pihaknya menilai usulan memajukan jam masuk sekolah merupakan hal yang positif. Ia menyebut, kebiasaan ini bisa mendorong anak-anak, khususnya umat Muslim, untuk tidak kembali tidur usai salat subuh dan langsung bersiap ke sekolah.

“Usai salat subuh langsung siap berangkat. Bagi non-Muslim pun, secara kesehatan ini tetap bermanfaat,” ujarnya pada MInggu (8/6).

Menurut Dadang, belajar lebih pagi akan membantu melatih kedisiplinan serta membiasakan bangun lebih awal.

Jam sekolah pagi saya rasa lebih baik dibandingkan mulai pukul 07.30 seperti biasanya,” tambahnya.

Dadang menyebut pemerintah daerah masih menunggu arahan resmi dari Kementerian Pendidikan guna menghindari perbedaan kebijakan antara pusat dan daerah.

“Kami menunggu keputusan dari Menteri Pendidikan agar tidak terjadi informasi yang simpang siur,” katanya.

Dadang menegaskan bahwa pada prinsipnya, Pemerintah Kabupaten Bandung siap mendukung kebijakan tersebut, asalkan sesuai dengan kebijakan nasional.

“Kami memahami dan menyetujui, selama tetap berpedoman pada aturan dari pemerintah pusat,” tuturnya.

Di sisi lain, Miryam Ariadne Sigarlaki, dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), menyampaikan perubahan jam sekolah harus diiringi dengan kesiapan seluruh pihak, termasuk orang tua. Penyesuaian terhadap rutinitas seperti jam tidur, sarapan, hingga waktu belajar dan penggunaan gawai menjadi penting agar anak tetap dalam kondisi prima.

“Tanpa kesiapan yang matang, anak bisa kelelahan dan mudah cemas,” katanya, Minggu (8/6).

Pihaknya mengatakan, jam belajar paling produktif untuk anak dan remaja berlangsung antara pukul 08.00 hingga 10.00.

“Saat itu otak berada pada kondisi terbaik untuk menerima informasi, fokus, serta mengingat materi,” jelasnya.

Bagi siswa usia 6 hingga 12 tahun, lanjut Miryam, kemampuan berkonsentrasi biasanya baru optimal setelah tubuh benar-benar terjaga dari tidur malam dan mendapat asupan gizi dari sarapan.

“Tanpa sarapan, kemampuan atensi anak bisa menurun drastis,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, remaja usia 12 hingga 15 tahun umumnya mengalami perubahan jam biologis, sehingga mereka cenderung tidur lebih malam dan bangun lebih siang. Hal ini berdampak pada kemampuan kognitif mereka jika harus belajar sebelum jam 07.00.

“Apabila sekolah dimulai pukul enam atau setengah tujuh pagi, maka waktu tidur anak otomatis terpangkas. Padahal, idealnya anak-anak butuh tidur 9–11 jam, dan remaja antara 8–10 jam. Jika kurang tidur, mereka rentan stres dan sulit fokus,” terang Miryam. (kus)