RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota Bandung tengah menggelar evaluasi menyeluruh terhadap dua program andalannya dalam pengelolaan sampah, Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) dan Buruan Sae. Langkah ini ditempuh untuk menguatkan kembali efektivitas program dalam menekan jumlah sampah dari titik sumber, rumah tangga dan lingkungan masyarakat.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menjelaskan evaluasi ini mencakup aspek regulasi, pelaksanaan teknis, hingga capaian dampak di lapangan. Menurutnya, pengelolaan sampah tidak bisa hanya ditangani dari sisi akhir atau hilir, seperti pengangkutan dan pembuangan, melainkan harus dimulai dari hulu secara sistematis.
“Kami sedang menelusuri ulang aturan dasar dan semangat awal dari dua program ini. Kami ingin tahu apakah pelaksanaannya sudah sesuai, dan apa yang harus diperbaiki agar target tercapai,” ujar Farhan di Balai Kota Bandung, Kamis (12/6/2025).
Farhan juga menyoroti program Kawasan Bebas Sampah (KBS) yang belum menunjukkan hasil maksimal. Program ini merupakan turunan dari Kang Pisman, namun baru diterapkan secara optimal di sekitar sepertiga kawasan sasaran. Bahkan di wilayah yang sudah menjalankannya, hanya sekitar 30 persen volume sampah yang berhasil dikelola secara mandiri sebelum dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Kalau dirata-rata, semua wilayah di Bandung baru mampu menangani kurang dari 10 persen sampahnya dari sumber. Padahal kalau semua konsisten melaksanakan KBS, kita bisa mengurangi minimal 30 persen sampah dari kota ini,” jelasnya.
Saat ini, total produksi sampah di Kota Bandung mencapai sekitar 2.000 ton per hari. Jika target pengurangan 30 persen tercapai, setidaknya 600 ton sampah dapat diatasi langsung dari sumbernya. Farhan menyebut angka ini sangat signifikan untuk meringankan beban TPA Sarimukti yang kini nyaris mencapai batas kapasitas.
“Insinerator memang sedang dibangun, tapi menyelesaikan masalah dari hulu jauh lebih penting karena hasilnya lebih berkelanjutan,” tegasnya.
Evaluasi ini juga menyentuh aspek edukasi dan keterlibatan aktif warga. Farhan menilai, perubahan kebiasaan dalam mengelola sampah tidak bisa hanya bergantung pada aturan atau sanksi. Perlu ada pendekatan yang menyentuh sisi komunikasi, partisipasi masyarakat, hingga pendampingan yang terus-menerus.
“Warga tidak bisa langsung ditegur atau dihukum jika masih membuang sampah sembarangan. Kita harus pahami dulu akar persoalannya, lalu bantu dengan edukasi yang tepat,” ungkapnya.
Meski banyak tantangan, Farhan menyampaikan apresiasi terhadap pengelolaan sampah organik di beberapa pasar tradisional. Ia menyebut Pasar Caringin dan Pasar Gedebage sebagai contoh baik. Di dua lokasi ini, sistem pengolahan sampah organik secara lokal sudah mulai aktif, dan hasilnya cukup signifikan dalam mengurangi beban sampah pasar.
“Saya sangat menghargai inisiatif dari pengelola pasar Caringin dan Gedebage. Ini bukti nyata kalau ada sinergi antara pemerintah, pengelola, dan masyarakat, maka hasilnya akan terlihat,” ujarnya.
Ke depan, Pemkot Bandung akan menyusun model konsolidasi untuk memperluas sistem ini ke pasar-pasar lainnya. Namun demikian, permasalahan klasik berupa tumpukan sampah liar masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas. Farhan menyebut sejumlah titik rawan seperti sekitar Pasar Ciwastra, kolong jembatan Ciroyom, dan kawasan Cicadas sebagai cerminan belum optimalnya sistem pengelolaan sampah dan edukasi warga.
“Sebetulnya semua itu bisa dicegah. Tapi kita juga harus sadar bahwa warga membuang sampah di tempat sembarangan bukan karena ingin, tapi bisa jadi karena tidak tersedia sistem yang mendukung,” jelas Farhan.
Di sisi lain, Farhan juga mengonfirmasi rencana Pemkot untuk mengganti nama dan logo Buruan Sae. Hal ini dilakukan karena ditemukannya fakta nama program tersebut sudah terdaftar atas nama pribadi, bukan lembaga pemerintah.
“Perubahan ini penting untuk memastikan keamanan hukum program. Tapi yang lebih penting, esensi program tetap berjalan dan memberi dampak,” ungkapnya.
Farhan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut aktif dalam menyukseskan program Kang Pisman dan Buruan Sae. Ia optimistis, jika semua bergerak bersama, Kota Bandung mampu mencapai target pengurangan 30 persen sampah dari sumbernya.
“Kalau semua warga terlibat, Bandung bisa menjadi kota yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan,” pungkasnya.(dsn)