News

Pengangguran di Kabupaten Bandung Jadi Pintu Masuk Kriminalitas

Radar Bandung - 24/06/2025, 14:56 WIB
D
Darmanto
Tim Redaksi
Ilustrasi : Polisi berhasil mengamankan ratusan botol minuman keras ilegal yang hendak diedarkan di Kabupaten Bandung. (eko sutrisno/radar bandung)

RADARBANDUNG.ID, SOREANG-Kabupaten Bandung menghadapi dilema pembangunan yang kompleks, yakni angka kemiskinan ekstrem yang terus menurun dan tingginya angka pengangguran yang masih menjadi ancaman serius dan berpotensi memicu maraknya tindak kriminal di tengah masyarakat.

Bupati Bandung Dadang Supriatna menyatakan, angka kemiskinan ekstrem di wilayahnya menurun signifikan dari 1,78 persen pada 2021 menjadi 0,5 persen berdasarkan data BPS per Desember 2024.

Ia menargetkan kemiskinan ekstrem bisa nol persen pada tahun 2026 mendatang.

Salah satu program andalan pemerintah daerah di klaim pengaruhi pengentasan kemiskinan adalah rehabilitasi rumah tidak layak huni (rutilahu).

Sejak periode pertama menjabat, pihaknya mengklaim telah memperbaiki 29.347 unit rumah warga yang tersebar di berbagai kecamatan.

Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa tantangan belum sepenuhnya selesai. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah tingginya angka pengangguran, khususnya dari kalangan muda usia produktif, yang berpotensi menjadi penyumbang tindak kriminal.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sebagian besar pengangguran di Indonesia berasal dari lulusan SMA dan SMK. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk lulusan SMK mencapai 8,62 persen, sedangkan lulusan SMA sebesar 6,73 persen. Angka ini juga merefleksikan kondisi di Kabupaten Bandung.

Pakar hukum pidana Universitas Islam Bandung (Unisba), Nandang Sambas menegaskan, angka pengangguran yang tinggi memiliki korelasi kuat dengan peningkatan kriminalitas, terutama pada jenis kejahatan konvensional seperti pencurian, pemalakan, dan kekerasan jalanan.

“Kalau kesempatan kerja tidak tersedia, sementara kebutuhan hidup tetap berjalan, maka tindak kejahatan akan muncul sebagai pilihan terakhir. Ini fakta sosial yang tak bisa diabaikan,” kata dia, Senin (23/6).

Ia menyebut, pengangguran di kalangan muda adalah ladang subur bagi lahirnya kenakalan remaja, geng motor, hingga pelibatan anak dalam kejahatan terorganisir.
Kondisi ini juga dipicu oleh lemahnya daya serap industri lokal terhadap tenaga kerja menengah.
Pihaknya menambahkan, pencegahan kriminalitas seharusnya tidak hanya dilakukan melalui pendekatan hukum, tetapi juga dengan mengatasi akar persoalan ekonomi.

“Penindakan penting, tapi tidak akan menyelesaikan masalah jika pengangguran masih dibiarkan,” ujarnya.

Ia mendorong pemerintah daerah untuk memperbanyak pelatihan keterampilan dan mendorong tumbuhnya industri padat karya berbasis potensi lokal.

“Program-program itu dinilai lebih efektif dalam menekan angka pengangguran sekaligus mencegah kejahatan sejak hulu,” ujar dia.

Jika tidak ada intervensi serius, Adrianus memperingatkan bahwa keberhasilan menurunkan kemiskinan bisa kehilangan maknanya.

“Jangan sampai kita sibuk mengejar angka statistik kemiskinan, tapi melupakan realitas sosial bahwa pengangguran bisa membuka pintu kejahatan yang jauh lebih destruktif,” pungkasnya. (kus)