News

Jembatan Dayeuhkolot Retak dan Gelap, Warga Keluhkan Ancaman Kecelakaan dan Kejahatan

Radar Bandung - 01/07/2025, 17:17 WIB
D
Darmanto
Tim Redaksi
Jembatan Dayeuhkolot, gelap tanpa penerangan di tengah jembatan yang mulai rusak. (eko sutrisno/radar bandung)

RADARBANDUNG.ID, DAYEUHKOLOT – Jembatan Dayeuhkolot yang menghubungkan kawasan Baleendah, Banjaran, dan Ciparay dengan pusat Kota Bandung kini dalam kondisi rusak berat.

Dibangun pada 1951, jembatan ini memiliki panjang sekitar 90 meter dengan lebar 8 meter, terdiri dari 4 bentang dan menggunakan gelagar baja pelengkung dengan pondasi batu. Usia yang sudah lebih dari 70 tahun membuat strukturnya rapuh dan berisiko tinggi.

Sejak 2021, badan jembatan mulai menunjukkan keretakan serius pada girder dan aspal permukaannya. Sebagian jalan mengalami penurunan dan pecah. Karena kondisinya yang membahayakan, lalu lintas dialihkan sebagian dan jembatan sementara jenis Bailey dibangun awal 2022.

Jembatan baja ini hanya memiliki lebar 4,2 meter dan menahan beban maksimal 5 ton, membuat kendaraan besar tak bisa melintas dan menyebabkan antrean kendaraan setiap hari.

Selain persoalan struktur, minimnya penerangan jalan juga menjadi masalah utama.
Jembatan ini tidak memiliki lampu jalan umum (PJU) aktif sehingga kondisi sangat gelap saat malam hari. Hal ini memperbesar risiko kecelakaan, terutama bagi pengendara motor, serta menimbulkan kekhawatiran akan aksi kriminal karena minimnya visibilitas dan pengawasan.

Salah seorang pengemudi ojek online asal Cangkuang, Teti (41) mengatakan, dampak langsung dari kerusakan jembatan, mengakibatkan, ban motornya bocor karena masuk lubang yang tak terlihat di tengah gelap.

“Saya kira jalan rata, ternyata masuk lubang dalam. Ban belakang langsung bocor, dan saya harus dorong motor dengan penumpang. Gelap banget, sepi, dan saya takut kalau ada orang jahat,” ujarnya, Selasa (1/7).

Hal buruk lain imbas rusaknya jembatan, pihaknya pernah hampir terjatuh saat melintas saat hujan. Jalan yang bergelombang dan licin, ditambah tanpa pencahayaan, membuat motornya nyaris tergelincir.

“Motor oleng karena nggak kelihatan jalan rusaknya. Kalau jatuh bisa langsung masuk ke sungai. Ini jembatan penghubung utama, tapi kondisinya seperti terabaikan,” katanya.

Menurutnya, ada teman sesama pengendara yang pernah terkena ranjau paku di area jembatan. Ia menduga ada pihak yang memanfaatkan kondisi gelap untuk menjebak pengguna jalan.

“Kalau udah bocor atau mogok di jembatan malam-malam, itu rawan banget. Mau minta bantuan juga susah,” ucapnya.

Selain itu, ujar dia, kemacetan juga menjadi masalah rutin akibat sempitnya jalur Bailey yang hanya cukup untuk satu lajur kendaraan kecil. Pada pagi dan sore hari, kendaraan mengular hingga ke jalan utama Baleendah dan Dayeuhkolot.

“Tidak sedikit warga yang terlambat kerja atau sekolah akibat penumpukan lalu lintas di titik tersebut. Miris padahal, jembatan ini tak hanya sekadar jalur transportasi, melainkan urat nadi ekonomi dan sosial wilayah Bandung selatan. Ketika infrastruktur penghubung ini rusak dan dibiarkan, yang terdampak bukan hanya pengendara, tetapi juga aktivitas sehari-hari ribuan orang,” ungkap dia.

Pihaknya berharap ada langkah nyata dan cepat dari pihak terkait, baik itu perbaikan struktur jembatan maupun pemasangan lampu penerangan.

“Kami hanya ingin jembatan yang aman, terang, dan bisa dilalui tanpa waswas. Nggak minta mewah, cuma tolong dijaga karena ini jalur hidup warga,” tutup dia.

Sebelumnya, Bupati Bandung Dadang Supriatna dan Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, sempat melakukan pertemuan pada akhir tahun 2024 untuk membahas perbaikan Jembatan Dayeuhkolot. Dalam pertemuan tersebut, keduanya menyepakati bahwa jembatan yang sudah berusia lebih dari 70 tahun itu harus segera diperbaiki karena menjadi akses vital warga Bandung selatan.

Dedi bahkan menjanjikan akan meninjau langsung kondisi jembatan pada awal 2025 dan memastikan proses pembangunan dimulai di tahun yang sama. Namun hingga memasuki pertengahan tahun 2025, janji tersebut belum terlihat direalisasikan. (kus)