News

Dorong Budaya Siaga Bencana, BPBD Bandung Gencarkan Simulasi Komunitas

Radar Bandung - 03/07/2025, 20:54 WIB
DS
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Anggota BPBD Kabupaten Bandung mempraktikan tata cara mitigasi bencana di Desa Pananjung, Kecamatan Cangkuang. (eko sutrisni/radar bandung)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandung menempuh pendekatan langsung ke masyarakat dengan menggelar simulasi kebencanaan berbasis komunitas. Langkah ini diambil sebagai upaya membangun budaya siaga bencana di tengah keterbatasan fasilitas dan personel yang saat ini masih menjadi tantangan utama lembaga tersebut.

Plt. Kepala BPBD Kota Bandung, Didi Ruswandi menyampaikan pihaknya lebih memilih bergerak cepat dengan memberdayakan masyarakat, ketimbang menunggu kelengkapan alat dan struktur organisasi. Ia menilai, kesadaran kolektif warga merupakan kunci utama dalam menghadapi situasi darurat.

“Yang terpenting bukan menunggu semuanya sempurna. Budaya siaga itu harus dimulai dari sekarang. Kita dorong masyarakat untuk tahu apa yang harus dilakukan saat bencana, siapa yang harus dihubungi, dan bagaimana menyelamatkan diri. Itu yang sedang kita bangun lewat simulasi komunitas,” ujar Didi saat ditemui di Balai Kota Bandung, Kamis (3/7/2025).

Ia menjelaskan BPBD Kota Bandung tengah menyiapkan dua lokasi simulasi pada Juli ini, yakni di wilayah Cibarani, yang mencakup Kelurahan Dago dan Hegarmanah. Kedua wilayah tersebut dinilai rawan terhadap bencana tanah longsor dan banjir bandang karena kontur tanah dan kondisi lingkungan sekitarnya.

“Kami sudah survei jalur evakuasi di sana. Simulasi akan dilakukan langsung di lingkungan warga. Mereka akan dilatih bagaimana bereaksi saat sirene tanda bencana dibunyikan, ke mana harus mengungsi, serta siapa pemimpin evakuasinya,” ungkap Didi.

Menurutnya, selain pelatihan evakuasi, BPBD juga akan memasang sistem komunikasi darurat di lokasi simulasi. Call center lokal akan disiapkan untuk mempermudah pelaporan jika terjadi bencana. Warga juga diajak bermusyawarah menentukan sistem peringatan dini dan pembagian peran saat krisis terjadi.

Didi menegaskan simulasi ini berbeda dengan sosialisasi biasa. Sosialisasi hanya menyampaikan informasi, sedangkan simulasi bertujuan membentuk refleks kolektif.

“Kalau sosialisasi itu mengajari. Tapi kalau simulasi, ini soal kebiasaan. Kalau sudah sering dilatih, nanti warga bereaksi secara otomatis. Tidak panik, tidak bingung. Karena sudah terbiasa. Inilah yang kita sebut budaya siaga,” jelasnya.

Ia menambahkan dalam waktu dekat, BPBD juga menargetkan dua simulasi tambahan di Kelurahan Ciumbuleuit pada Agustus mendatang. Sejumlah elemen warga, mulai dari ketua RT, RW, tokoh masyarakat, hingga pemuda, akan dilibatkan secara aktif dalam proses tersebut.

“Jangan tunggu peralatan lengkap. Kami bangun jejaring dulu. Saat ini kami juga menjalin komunikasi dengan BPBD Provinsi dan Basarnas, supaya jika ada situasi darurat, mereka bisa dukung dengan alat dan tenaga. Tapi yang utama tetap kesiapsiagaan warga,” tambah Didi.

Ia pun menutup dengan satu pesan penting, menghadapi bencana bukan semata soal logistik atau teknologi, melainkan soal kesiapan pikiran dan hati masyarakat.

“Kalau sudah terbiasa dan kompak, masyarakat bisa lebih kuat. Budaya siaga itu bukan proyek, tapi cara hidup. Dan kami mulai dari sana,” tegas Didi.(dsn)