News

Kasus Dugaan Korupsi Tunjangan Perumahan DPRD Indramayu Masuk ke Tahap Penyidikan

Radar Bandung - 13/08/2025, 20:57 WIB
AY
Ali Yusuf
Tim Redaksi
Ilustrasi. Foto: Ist

RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Kasus dugaan korupsi pemberian tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Indramayu masuk tahap penyidikan. Proses pemeriksaan saksi masih berjalan sebelum nantinya ada penetapan tersangka.

Kasus yang diduga terjadi pada tahun 2022 ini ditangani Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar). Semua bermula dari laporan yang disampaikan oleh Gerakan Pemuda Peduli Perubahan Indramayu (PPPI).

Kasi Penkum Kejati Jabar, Sri Nurcahyawijaya kepada media membenarkan bahwa kasus tersebut sudah masuk ke tahap penyidikan. Meski sudah naik ke tahap penyidikan, Cahya mengaku masih belum bisa mengungkap proses yang masih berjalan. Begitu pula dengan penetapan tersangka. Pihaknya belum bisa memberikan keterangan lebih.

“Nanti disampaikan kalau sudah ada penetapan tersangka,” singkatnya.

Disinggung soal pemeriksaan terhadap Ketua DPRD Kabupaten Indramayu periode 2019-2024 berinisial S, Cahya belum memberikan keterangan. Semua proses pemeriksaan saksi masih berjalan.

Beberapa waktu lalu, Cahya pernah menyatakan jika penyelidik sudah memeriksa sejumlah saksi. Ia sempat menyebut ada enam orang yang diperiksa.

Diketahui, dalam laporan PPPI kepada Kejati Jabar, mereka mendasarkannya pada hasil pemeriksaan BPK RI. PPPI menemukan kejanggalan dalam proses pemberian tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Indramayu. Salah satunya, perhitungan tunjangan dilakukan tidak sesuai peraturan perundang-undangan.

Belanja tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Indramayu ini mencapai Rp16,8 miliar untuk setahun di tahun 2022. Rinciannya, ketua DPRD Rp40 juta per bulan atau sekitar Rp480 juta per tahun, wakil ketua Rp35 juta per bulan atau Rp420 juta per tahun, sedangkan untuk anggota dewan Rp30 juta per bulan atau Rp360 juta per tahun.

Jika dihitung dari jumlah itu ditambah gaji, biaya transportasi dan biaya reses, rata-rata pendapatan dewan berkisar dari Rp60 juta sampai dengan Rp80 juta per bulan, atau berkisar Rp700 juta per tahun sampai dengan menyentuh angka Rp 1 miliar pertahun.

PPPI menilai belanja tunjangan perumahan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

Dalam laporan pengaduan, PPPI merujuk pada fakta yang diperolehnya, menduga terjadi pelanggaran terhadap sejumlah pasal dalam peraturan perundang-undangan dalam belanja tunjangan perumahan DPRD Indramayu.

PPPI juga mengungkap beberapa poin utama yang menjadi dasar laporan kepada Kejati Jabar. Di antaranya menyangkut penetapan nilai tunjangan dilakukan oleh tim internal yang tidak memiliki legalitas sebagai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), formula perhitungan mengacu pada regulasi yang sudah dicabut. Selain itu, tidak dilakukan survei harga sewa rumah dan tanah secara objektif sesuai dengan kondisi pasar di wilayah Kabupaten Indramayu.

(dbs)