RADARBANDUNG.ID, SOREANG – Pengamat ekonomi Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi, menilai pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi masyarakat berpenghasilan rendah lebih efektif dibanding penghapusan tunggakan secara massal.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta bupati dan wali kota menghapuskan tunggakan PBB warga.
Kebijakan ini dimunculkan setelah adanya keluhan kenaikan PBB yang disebut mencapai hingga 1.000 persen di sejumlah daerah.
Kebijakan tersebut direspon dengan menghapuskan tunggakan PBB oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna.
Ditengah maraknya kenaikan pajak PBB di beberapa wilayah kota kabupaten di Indonesia.
Menurut Acuviarta, penghapusan tunggakan secara menyeluruh justru berisiko mengganggu pendapatan daerah. Sebaliknya jika kebijakan menghapuskan PBB bagi yang berpenghasilan rendah, dianggap lebih tepat sasaran karena menyentuh kelompok yang benar-benar membutuhkan keringanan pajak.
“Kalau mau memberikan penghapusan, harus ada kriteria yang jelas. Tidak boleh dipukul rata,” ujar Acuviarta, Kamis (28/8/2025).
Ia mencontohkan kebijakan Kota Bandung yang pernah memberikan pembebasan PBB untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Wajib pajak dengan nilai PBB hanya Rp100 ribu per tahun mendapat keringanan penuh.
Menurutnya, langkah seperti ini jauh lebih efektif daripada penghapusan tunggakan untuk semua wajib pajak. Jika dilakukan tanpa seleksi, dikhawatirkan akan membentuk kebiasaan menunggu pemutihan.
“Kalau semua penunggak dua sampai tiga tahun dihapuskan, nanti muncul kebiasaan menunggu pemutihan. Ini akan berdampak pada kepatuhan pajak di masa depan,” jelasnya.
Acuviarta menegaskan, PBB merupakan sumber penerimaan utama di tingkat kabupaten dan kota. Tanpa kriteria yang ketat, penghapusan tunggakan akan menurunkan potensi pendapatan asli daerah (PAD).
“Sehingga perlunya pemerintah daerah memberikan insentif kepada wajib pajak patuh, misalnya dengan diskon bagi yang membayar tepat waktu. cara ini dapat meningkatkan kepatuhan sekaligus menjaga stabilitas penerimaan daerah,” ujar dia.
Selain itu, ia menyarankan daerah untuk memperkuat sumber PAD lain seperti pajak reklame, parkir, hotel, restoran, serta kontribusi dari badan usaha milik daerah (BUMD). (kus)