RADARBANDUNG.id, LEMBANG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung Barat dan DPRD KBB bakal menindaklanjuti eksekusi lahan yang dilakukan. Pihak legislative bersama eksekutif menilai, pembongkaran lima rumah yang dilakukan di kawasan proyek oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) di lokasi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) di Desa Sukatani dan Tagog Apu beberapa waktu lalu, dinilai belum jelas.
“Pembongkaran tersebut dikeluhkan masyarakat lantaran dinilai tidak melalui kesepakatan bersama,” kata Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna.
Sebelumnya, eksekusi lahan dilaksanakan di dua lokasi berbeda yakni, di Kampung Hegarmanah, RT 02 RW 04, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah dan Kampung Neglajaya, RT 02 RW 12, Desa Tagogapu, Kecamatan Padalarang. Di kawasan tersebut 10 bangunan dirobohkan guna keperluan pengadaan lahan untuk Mega Nasional KCJB.
Umbara menegaskan, pihaknya akan segera mencari informasi lebih lanjut terkait eksekusi tersebut. Hal itu lantaran dirinya ingin mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan.
“Kalau masyarakat belum menerima apa-apa kenapa dieksekusi,” ungkapnya.
Menurutnya, eksekusi seharusnya dilaksanakan jika masyarakat telah menyetujui tindakan tersebut. Terlebih, jika pihak yang melakukan eksekusi tidak memiliki bukti kuat bahwa warga sepakat bangunannya dibongkar.
“Kesepakatan belum jelas kok main bongkar aja,” ujar Umbara, heran.
Umbara menegaskan, usai mendapat informasi lebih lanjut terkait eksekusi lahan untuk proyek KCJB tersebut, pihaknya akan berkoordinasi dengan semua pihak agar dapat menemukan jalan keluar yang diinginkan dapat terealisasi.
“Harus dibuktikan dulu yang sepuluh rumah ini belum menerima apa-apa, saya akan turun tangan langsung. Saya akan menjembatani masyarakat, dan akan panggil kades. Yang pasti saya akan pro masyarakat Bandung Barat,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD KBB, Rismanto mengatakan, sejauh ini pihaknya (legislatif) berperan aktif mengawal proses ganti rugi pembebasan lahan yang digunakan untuk proyek KCJB. Ia mengaku sempat turun langsung kedua lokasi tersebut. “Selama ini keluhan termasuk proses ganti rugi pembebasan tanah kita (DPRD )kawal turun,” kata Rismanto, kepada Radar Bandung.
Namun demikian, pihaknya akan mengakomodir keinginan masyarakat yang terdampak proyek tersebut. Termasuk melakukan pendampingan untuk menyampaikan ketidakpuasan masyarakat kepada pihak terkait.
“Ketidakpuasan proses ganti rugi dan lainnya tentu ada prosedur untuk melakukan komplen,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi I DPRD KBB Fraksi Demokrat, Koswara Suzaenal, menurutnya, eksekusi lahan dapat dilakukan jika kesepahaman atau win-win solution antara masyarakat dengan penyelenggara mega proyek telah tercapai.
“Eksekusi harus sesuai aturan sehingga tidak ada masyarakat yang merasa tertekan dan terintimidasi,” kata Koswara.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga menyayangkan proses eksekusi yang melibatkan ratusan personil aparat kepolisian dan yang lainnya. Padahal, masyarakat yang tereksekusi berjumlah 10 rumah di dua lokasi yang dilakukan eksekusi kemarin.
“Aparat sampai ratusan, masyarakat pun ketakutan, yah saya sangat prihatin,” ucapnya.
Dalam waktu dekat, lanjut dia, pihaknya akan mengunjungi para korban yang terdampak proyek KCJB dan akan mengunjungi masyarakat terdampak untuk mendapatkan informasi secara utuh dan memastikan masyarakat tidak merasa tertekan usai peristiwa kemarin (eksekusi).
“Karena tugas anggota DPRD menampung aspirasi supaya kita bisa memberikan solusi yang terbaik demi kesejahteraan dan ketenangan masyarakat,” pungkasnya.