RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat mendata alih fungsi lahan seluas 900.000 hektare berada pada lahan milik pihak lain. Kondisi ini menyulitkan pemerintah melakukan konservasi pada lahan tersebut kecuali dengan mengajak pemilik lahan menerapkan agroforestri.
Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat, Epi Kustiawan mengatakan, Jabar memiliki luas wilayah 3,7 juta hektare. Sebanyak 22,12 persen atau sekitar 800.000 hektare merupakan kawasan hutan produksi, hutan lindung, serta hutan konservasi.
Sementara di luar kawasan tersebut, sebanyak 26,25 persen atau sekitar 900.000 hektare merupakan kawasan hutan lahan milik pribadi.
“Nah, menurut Kementerian LHK tahun 2018, lahan kritis di Jawa Barat itu ada 900.000 hektare. Terdapat di dalam kawasan (milik pemerintah) 200.000-an, di luar kawasan 714.000 hektare itulah semuanya itu lahan milik,” jelasnya.
Berbeda halnya dengan alih fungsi lahan yang semestinya kawasan hutan namun dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Maka dari itu, persoalan lahan kritis tersebut kini tengah menjadi perhatian Pemprov Jabar.
“Lahan kritis di Jabar itu terbesar adalah di lahan milik, jadi tidak hanya konservasi tapi juga harus memiliki nilai ekonomi barulah masyarakat istilahnya ‘Leuweung hejo, rakyat ngejo’. Nah itulah yang harus kita kembalikan lagi melalui pola agroforestri,” ucap Epi.
Menurut Epi, dengan agroforestri konservasi lahan milik akan terjaga dan memberikan keuntungan bagi pemiliknya karena memiliki nilai ekonomi.
“Jadi masyarakat bisa memiliki pendapatan yang baik dari hutannya itu,” pungkasnya. (arh/bbs)