RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Seorang netizen membagikan kisahnya melalui thread (utas) di twitter tentang dugaan ancaman pemerkosaan dan perusakan nama baik oleh oknum driver online.
Akun @MuthiNAndini menulis bahwa hal ini bermula saat dirinya mengarahkan pengemudi untuk mengikuti titik lokasi penjemputan di aplikasi. Setelah bertemu, ia memutuskan untuk tidak jadi berangkat karena kondisi driver grab tersebut marah-marah. Ia sendiri tidak mengetahui penyebab dan alasannya.
“Bapak marah? Kalau bapak marah yaudah pak gapapa dicancel aja pak,” tulis akun tersebut dalam laman twitternya.
Pengemudi kemudian membatalkan pesanan. Namun, ia mendapat pesan singkat berisi dugaan ancaman perkosaan. Ia kemudian melaporkannya kepada pihak aplikator hingga akun driver tersebut disuspend.
Namun, ternyata foto dia disebar di media sosial dan mendapat teror melalui pesan singkat.“Ini udah masuk pelecehan seksual, maka dari itu saya laporkan kasus ini ke pihak berwajib, jadi jika ada info menyebar mengenai saya di luar sana, harap bantu lapor ya, untuk menambahkan bukti ke kantor polisi, terima kasih,” lanjut tulisannya.
Dalam postingan tersebut, akun resmi aplikator memberikan tanggapan dan menyampaikan permintaan maaf dan memberikan keterangan bahwa laporan tersebut sudah ditindaklanjuti.
Dugaan kasus pelecehan seksual hingga ancaman pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh pengemudi ojek online pada Selasa 10 Maret 2020 mendapat respon dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang menyatakan prihatin atas minimnya ruang aman terhadap perempuan dalam transportasi publik, khusunya pada Grab. Apalagi, kasus tersebut bukanlah kasus pertama yang terjadi.
“Ini bukan kasus pertama, dan memang menjadi perhatian Komnas Perempuan. Komnas Perempuan akan memantau kasus tersebut secara serius sehingga hak korban atas penanganan dan keadilan dapat diwujudkan,” katanya, melalui siaran pers yang diterima, Kamis (12/3/2020).
Dalam hal ini, Veryanto mengapresiasi langkah korban yang telah melaporkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian. Very berharap, korban juga melaporkan kepada manajemen ojol negeri tetangga sehingga pihak aplikator dapat memberi sanksi dan perbaikan mekanisme dalam perlindungan pengguna ojol.
“Hal ini menjadi penting agar jaminan keamanan konsumen khususnya perempuan dapat diwujudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap perempuan dari berbagai tindakan kekerasan,” katanya.
“Insiden ini sebaiknya menjadi kesempatan untuk aplikator dalam menilai kinerja drivernya termasuk mekanisme perlindungan terhadap penumpang perempuan,” lanjutnya.
Meski tidak memiliki mandat untuk mendampingi korban, kata Veryanto, pihaknya bisa membantu memberikan rujukan kasus kepada lembaga layanan perempuan korban kekerasan jika dibutuhkan. (dbs)