Ilmuwan Jabar Ciptakan 2 Alat Tes Pendeteksi Virus Corona
RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Akademisi dan ilmuwan dari universitas di Jabar berhasil membuat dua alat tes pendeteksi virus corona.
Baca juga: Ventilator Karya ITB, Unpad dan YPM Salman Lolos Uji Kemenkes, Segera Diproduksi Massal
Dua alat baru tersebut diciptakan oleh Kelompok Ilmuwan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Alat pertama dinamai Deteksi CePAD (deteksi cepat, praktis dan andal) atau rapid tes 2.0.
Ketua Tim Riset Diagnostif COVID-19 Unpad, Muhammad Yusuf menjelaskan, alat ini lebih cepat mendeteksi virus, sebab tak perlu menunggu pembentukan antibodi saat tubuh terinfeksi patogen.
Baca Juga: Teknologi Sterilisasi Masker N-95 ala Pakar ITB, Rumah Sakit di Jabar Langsung Minta Dibuatkan
Proses pembentukan antibodi bisa memakan waktu berminggu-minggu. Artinya, rapid test yang selama ini digunakan kurang efektif.
Lain halnya dengan deteksi melalui antigen. Ketika seseorang mulai terinfeksi, muncul gejala bisa langsung disampling dengan diambil swabnya. Hasilnya bisa dilihat dari garis merah dalam alat jika ada virusnya.
“(Pendeteksian) tidak harus menunggu antibodinya terbentuk,” katanya, Kamis (14/5/2020).
Untuk cara kerjanya, sampel swab dari terperiksa tinggal dibubuhkan di permukaan alat rapid tes 2.0. Hasilnya akan keluar dalam rentang waktu 10-15 menit. Pihaknya sudah bekerjasama dengan TMC dan Pakar Biomedika Indonesia untuk proses penyempurnaan alat ini.
Baca Juga: Cool! Bantu Penanganan Corona, Telkom University Bandung Ciptakan Robot
Sementara alat pendeteksi virus yang kedua hasil kerjasama Unpad, ITB dan BPPT dinamai Surface Plasmon Resonance (SPR).
Alat ini memiliki detektor portabel berukuran dan berbentuk seperti ACCU sepeda motor ini. Alat ini bisa memeriksa hingga 8 sampel sekaligus dengan cepat.
Baca Juga: Riset UIN Bandung dan KKI: Kefir Kolostrum Telah Bantu Sembuhkan 8 Pasien Positif Covid-19
“Seperti detektor, jadi dia sebetulnya dalam alat SPR itu ada plat, dia nanti kita kasih senyawa yang bisa bereaksi terhadap COVID-19. Kalau di situ ada virus, ada ikatan si antibodi dengan virusnya akan merubah sudut pembacaan, sehingga akan menunjukkan sinyal yang berbeda,” urainya.
Rapid tes 2.0 masih dalam tahap validasi. Rencananya dalam waktu dekat, alat-alat ini akan diujikan ke real sample sesuai dengan etika medis yang berlaku. Ia berharap, bulan Juni bisa memvalidasi sampel.
“Semua metode perlu validasi, untuk validasi kita lakukan 5000- 10.000 produksi untuk kepentingan validasi, bila alat ini ingin tambah produksinya, tentunya perlu peningkatan validasinya,” pungkasnya.
(ysf/bbb/radarbandung.id)