Ceritakan Pacaran di Sekolah, KPI Layangkan Teguran untuk Sinetron Dari Jendela SMP
RADARBANDUNG.id- PENAYANGAN sinetron “Dari Jendela SMP” yang sedang hits mendapatkan teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
KPI memutuskan menjatuhkan sanksi teguran sesuai hasil rapat pleno yang menyatakan program siaran yang mulai tayang pada 29 Juni 2020 lalu, memuat visualisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan psikologis remaja.
Dilansir dari laman resmi KPI, dalam surat teguran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Rabu (8/7/2020) dijelaskan bahwa sinetron tersebut mengandung muatan cerita tentang hubungan asmara dua pelajar SMP yakni Joko dan Wulan.
Dalam hubungannya, digambarkan adegan dan dialog tentang kehamilan di luar nikah, rencana pernikahan dini, serta perawatan bayi setelah melahirkan.
Sinetron yang diadaptasi dari novel pop karya Mira W ini juga banyak dikeluhkan masyarakat melalui saluran aduan KPI Pusat. Sebanyak lima pasal P3SPS telah dilanggar tayangan sinetron “Dari Jendela SMP” yakni Pasal 14 Ayat (1) dan (2), Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Pasal 15 Ayat (1), Pasal 37 Ayat (1) dan (4) huruf a, Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012.
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan, keputusan memberi teguran untuk sinetron ini karena isi cerita dan visualisasi yang kurang pantas untuk dikonsumsi remaja atau anak-anak.
“Ceritanya memberikan contoh yang tidak baik terkait pacaran di sekolahan, perbicangan kehamilan di usia yang sangat muda tanpa ada klarifikasi-klarifikasi yang menegasikan tentang kehamilan tersebut yang bisa dipandang sebagai pendidikan reproduksi,” tegasnya.
Menurut Agung, novel yang diadaptasi menjadi sinetron harus memperhatikan faktor penonton dan juga kemungkinan efek negatifnya. Pembaca novel itu butuh usaha (effort) yang lebih daripada tontonan TV.
“Anak-anak atau remaja yang membaca novel harus memiliki minat, kemampuan membaca, dan memahami. Jika tidak berminat, mereka akan enggan membaca bahkan menyentuhnya,” jelasnya.
Adapun cerita sinetron di TV bisa dinikmati dengan hanya duduk dan menangkap gambar yang pada akhirnya tersimpan dalam ingatan bawah sadarnya. Ini pada akhirnya bisa menjadi faktor pembentuk karakter dalam berperilaku. Pembiasaan dari apa yang ditonton bisa menjadi persepsi budaya pergaulan.