RADAR BANDUNG.id, JAKARTA – Dugaan korupsi Bansos (bantuan sosial) Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial Juliari P Batubara tak bisa dianggap remeh.
Mensos mengkorupsi dana bencana dengan ancaman maksimal hukuman mati. Dugaan korupsi terhadap bantuan sosial bagi masyarakat yang sedang kesusahan.
Atas alasan itu, sejumlah pihak menanyakan ketegasan KPK dalam menerapkan tuntutan hukuman mati dalam kasus ini.
Melakukan tindak pidana korupsi saat bencana seperti pandemi Covid-19 saat ini ancamannya sangat berat, hukuman mati.
“Ancaman hukuman mati bisa saja kepada mereka yang melakukan tindak pidana korupsi pada masa ada bencana nasional, bencana sosial, dan sebagainya,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/12).
Artinya, Mensos dan 4 tersangka lain yang diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan bantuan sosial paket sembako dalam penanganan pandemi Covid-19, akan berpeluang mendapat hukuman tersebut.
“Ya bisa saja (tuntut hukuman mati). Sesuai pasal 2 ayat 2 UU Tipikor,” terang Ketua KPK, Firli Bahuri, Sabtu (5/12).
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan bahwa pihaknya paham bahwa dalam pasal 2 ayat 2 UU 31/1999 memang tertera ancaman hukuman mati bagi siapa saja yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain dengan melawan hukum dan menyebabkan kerugian keuangan negara.
Baca Juga: Ingat, Pelaku Penyelewengan Dana BOS Bisa Dihukum Mati
KPK, juga paham bahwa pandemi Covid-19 telah pemerintah nyatakan sebagai bencana non alam, sehingga pihaknya tidak akan berhenti dalam mengorek kasus Juliari Batubara.
“Apa yang kita lakukan, kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial dalam pandemi Covid-19,” tegasnya kepada wartawan di gedung KPK, Minggu (6/12).
Baca Juga: Mensos Tersangka Korupsi Bansos Covid-19, Segini Total Harta Kekayaannya
Firli mengatakan bahwa pihaknya akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti. Untuk kemudian memastikan bahwa kasus ini masuk ke dalam pasal 2 UU 31/1999.
KPK masih harus bekerja keras membuktikan tentang ada atau tidaknya tindak pidana yang keuangan negara sebagaimana yang dimaksud pasal 2 UU tersebut.
“Malam ini yang kita lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara. Jadi itu dulu,” tutupnya.
(rmol/pojoksatu)