News

3 Tahun Koperasi Guru Soreang Merugi

Radar Bandung - 05/02/2021, 02:09 WIB
AY
Ali Yusuf
Tim Redaksi

RADARBANDUNG.id, SOREANG – Koperasi Guru Soreang (KGS) mengalami penurunan pendapatan hingga diangka 50 sampai 60 persen.

Penyebab kerugian yang sudah koperasi alami selama 3 tahun itu lantaran banyaknya anggota yang tidak bisa membayar pinjaman.

Wakil ketua KGS, Djadja Djanaperwata mengatakan pendapatan yang biasanya bisa mencapai Rp120 juta, saat ini hanya Rp50 juta atau Rp60 juta perbulan.

Menurutnya, hal itu karena adanya anggota yang tidak bisa bayar pinjaman karena gajinya habis.

“Memang banyak gaji anggota yang sudah tidak bisa dipotong, karena ada pinjaman lain. Jadi, tidak ada sisa (untuk bayar koperasi),” ujar Djaja di Soreang, Kamis (4/2).

Djaja mengungkapkan bahwa selain memiliki pinjaman di koperasi, juga ada pinjaman ke perbankan lainnya. Padahal dulu, ada aturan bahwa jika ingin meminjam ke perbankan maka harus ada 2/3 sisa gaji yang dimiliki. Namun saat ini, aturan tersebut seperti sudah tidak ada lagi.

“Tapi kalau sekarang kayanya enggak. Pokoknya asal ada sisa berapapun, dikasih aja terus (pinjaman),” katanya.

Selain di Soreang, Koperasi Guru juga ada di Kecamatan Kutawaringin, dengan total anggota mencapai 500 orang.

Djaja berharap para anggota memiliki kesadaran dan disiplin dalam membayar pinjaman, sehingga aktivitas koperasi bisa terus berjalan.

Kemudian kepada pihak perbankan, pihaknya menyarankan agar tidak memberi pinjaman kepada orang yang memiliki tunggakan pada koperasi.

“Kalau ada yang pinjam, kemudian punya KGS, harap dilunasi baru dicairkan. Jadi jangan kesana kesini (pinjamnya),” ucap Djaja.

Sementara itu, assisten ekonomi dan pembangunan Pemkab Bandung, Marlan meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Bandung bisa mengatur keuangannya dengan baik.

Jadi, gunakan gaji dan tunjangan kinerja sesuai dengan kebutuhan.

“Kalau ada kebutuhan mendesak, pasti mengajukan pinjaman. Karena itu salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhannya dengan kredit. Tapi harus seimbang antara penerimaan yang kita dapat, dengan kebutuhan yang kita keluarkan,” ujar Marlan.

Adapun aturan dalam mengajukan pinjaman, kata Marlan, ada batas maksimalnya. Yaitu 60 persen dari total pendapatan. Marlan mendorong kepala OPD untuk mengawasi pegawainya terkait pinjaman ini.

“Memang harus diawasi oleh atasannya langsung, karena kalau sudah kejadian minus (keuangan) kemudian banyak tagihan, kan yang repot dinas biasanya,” tutupnya.

(fik)