Sejumlah pegiat sejarah merenovasi makam arsitek perancang bangunan ikonik Kota Bandung yang juga guru Soekarno
RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Sejumlah pegiat sejarah dari Kelompok Anak Rakyat (Lokra) Bandung tengah merenovasi makam arsitek kenamaan Hindia Belanda Charles Prosper Wolff Schoemaker di TPU Pandu, Kota Bandung, Kamis (20/5).
Renovasi hingga Jumat (21/5) dalam rangka peringatan 72 tahun wafatnya Schoemaker.
Ketua Lokra, Gatot Gunawan menyampaikan, pihaknya melakukan renovasi mengingat kondisi makam Schoemaker yang tidak terpelihara dengan baik.
Meski dilengkapi nisan, makam Schoemaker berupa gundukan tanah hingga ilalang menjadi mudah tumbuh, akhirnya renovasi salah satunya dengan membuat alas tembok.
“Dalam tangka peringatan 72 tahun wafatnya Schoemaker pada 22 Mei maka terus lihat kondisi makam yang kurang terawat karena banyak semak belukar, akhirnya kami tergerak untuk melakukan renovasi kecil pada makam,” katanya kepada Radar Bandung, Kamis (20/5).
Schoemaker arsitek perancang bangunan ikonik Kota Bandung
Guntur mengatakan, Schoemaker arsitek yang telah merancang bangunan-bangunan yang kini menjadi ikonik Kota Bandung.
Sebut saja seperti Gedung Katedral, Gedung Merdeka, Bangunan Isola UPI, dan bangunan lainnya.
“Kami melihat memang beliau guru besar mantan rektor kampus yang kini menjadi kampus ITB,” ucapnya.
“Banyak karya beliau yang saat ini masih jadi ikonik, Gedung Katedral, Gedung Merdeka, Isola, dan masih dimanfaatkan oleh instansi terkait,” katanya.
“Makam juga banyak dikunjung warga dan pecinta sejarah, banyak yang datang,” sambungnya.
Selain itu, lanjut Gatot, hal penting lainnya yang tercatat sejarah bahwa Schoemaker sempat menjadi guru Sang Proklamator, Ir. Soekarno.
“Beliau salah satu guru Ir. Soekarno. Dan beliau ini pembentukan karakter atau salah satu mentor Soekarno saat kuliah di ITB,” ungkapnya.
“Sedikit banyak beliau jadi Inspirasi, baik dalam arsitektur, maupun memperkaya sisi humanismenya Soekarno selama di Kota Bandung,” jelasnya.
Gatot berharap, renovasi kecil pada makam Schoemaker tidak hanya menjadi upaya perawatan bangunan makam semata, tapi kemudian menggerakkan kepedulian dan minat pada literasi sejarah.
“Pinggirnya tanah kan, ketik kita bersihin tiap tahun pasti beberapa minggu kemudian nanti langsung jadi lagi sedangkan kegiatan kita ke belakang karena terdampak pandemi hanya mengecat. Tahun ini kepikiran untuk diplitur permanen agar rumput ilalang tidak tumbuh terus,” pungkasnya.
(muh)