News

LPDB-KUMKM Rancang Solusi Masalah Pakan Ternak, Gandeng Perhutani dan PTPN VIII

Radar Bandung - 14/07/2021, 22:36 WIB
OR
Oche Rahmat
Tim Redaksi
Direktur Utama LPDB-KUMKM Supomo (tengah) bersama jajaran direksi lainnya, berfoto bersama saat mengunjungi Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/6/2021).

RADARBANDUNG.id – Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) tengah meng-arrange kerja sama dengan Perhutani dan PTPN VIII untuk memanfaatkan lahan-lahan mereka yang tidak produktif untuk ditanami hijauan pakan ternak. Hal itu dikatakan Direktur Utama LPDB-KUMKM Supomo dalam merespons masalah pasokan pakan terutama hijauan bagi peternak sapi perah skala rakyat di Jawa Barat.

Dalam acara diskusi yang melibatkan Kementerian Koperasi dan UKM, LPDB-KUMKM, Dinas Koperasi dan UKM Jawa Barat, dan Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/6), terungkap bahwa pasokan pakan menjadi persoalan klasik yang tak kunjung menemukan solusinya. Selama ini, peternak mengandalkan hijauan liar yang ada sekitar peternakannya. Tergerusnya tegalan, kebun, bukit untuk area permukiman, semakin mempersulit peternak dalam mendapatkan hijauan.

’’Kita juga sedang merancang kerja sama dengan pihak lain yang lokasinya tidak jauh dari KPBS Pangalengan,’’ kata Supomo.

Supomo juga mendorong agar koperasi memanfaatkan tanaman jagung usia dua bulanan yang banyak diproduksi di Pangalengan, kemudian di fermentasi menjadi pakan ternak. ’’Kita akan pantau terus masalah pakan ternak tersebut,’’ tegas Supomo.

Hanya saja, Supomo menyebutkan bahwa untuk daerah tinggi seperti Pangalengan, pada saat musim hujan, tanaman hijau di sana cukup melimpah. ’’Saat masuk musim kemarau, harus dibikin silase, yaitu pakan ternak yang bisa diawetkan,’’; tukas Supomo.

Supomo juga menjabarkan bentuk pendampingan lain yang dilakukan LPDB-KUMKM. Yakni, pendampingan untuk meningkatkan produktivitas dengan melakukan peremajaan populasi sapi. Begitu juga dengan tambahan nutrisinya. ’’Sehingga, yang kita targetkan itu adalah produksi per hari per ekor,’’ kata Supomo.

Bagi Supomo, kalau sudah ditingkatkan, maka otomatis kesejahteraan para peternak juga akan turut meningkat. ’’Otomatis juga volume yang dikelola koperasi akan meningkat. Rentetannya seperti itu,’’ ujar Supomo.

Menurut Supomo, jika menambah populasi sapi, maka otomatis pakan hijauan akan kurang. Maka, peremajaan ini dalam arti sapi yang sudah tidak produktif (laktasi 10x) sudah harus diganti. ’’Itulah yang kita biayai,’’ ucap Supomo.

Maka dari itu, LPDB-KUMKM akan mendampingi dan membiayai sisi hulunya. ’’Masalah hilirnya, KPBS Pangalengan sudah lengkap. Mereka sudah memiliki offtaker dan ada industri pengolahan susu. Ini yang kita namakan koperasi bertumbuh secara by-design,’’ ujar Supomo.

Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Agus Santoso mengatakan pihaknya akan melakukan mediasi dengan memanfaatkan jejaring BUMN, termasuk PTPN VIII dan Perhutani, untuk menjawab kebutuhan akan pakan ternak. Langkah tersebut diharapkan mampu menjamin ketersediaan hijauan pakan sepanjang tahun dan pengembangan usaha sapi perah yang berkelanjutan, sekaligus menuju dimulainya industri silase.

Agus mengakui, potensi sapi perah di Jawa Barat sangat besar, tapi masih terbentur masalah terbatasnya lahan untuk pakan ternak.  ’’Koperasi berbasis pertanian juga bisa menjadi solusi bagi pakan ternak sapi. Atau kerja sama antar wilayah. Misalnya, dengan Natuna dan Lampung, yang banyak memproduksi jagung,’’” terang Agus.

Agus menekankan bahwa KemenkopUKM tahun ini terus mendorong pengembangan peternakan sapi perah, termasuk membangun offtaker susu. ’’Ada sekitar 58 koperasi ternak sapi yang sudah dibiayai LPDB-KUMKM,’’ imbuh Agus.

Ketua Umum KPBS Pangalengan Aun Gunawan mengakui, masalah pakan menjadi persoalan yang paling berat di sapi perah. Peternak tidak bisa menambah populasi dan meningkatkan produktivitas sapi karena persoalan di pakan, terutama hijauan.

Aun meyakini, jika masalah pakan ternak yang dirasakan seluruh koperasi peternakan sapi di Indonesia segera teratasi, target 40% produksi susu nasional bisa terealisasi. ’’Saat ini, produksi susu nasional baru mencapai 22%, sedangkan 78% sisanya masih impor,” tukas Aun seraya menyebutkan, KPBS Pangalegan telah mendapatkan pinjaman dari LPDB-KUMKM pada 2020 sebesar Rp 15 miliar yang akan disalurkan kepada para anggotanya.

Saat ini, KPBS Pangalengan memiliki anggota sekitar 2.600 peternak dengan populasi sapi perah sekitar 14 ribu ekor dan sekitar 7.000 ekor merupakan sapi indukan. Adapun produksi susu segar di kisaran 75–78 ton per hari.

Aun menjelaskan, KPBS merupakan koperasi susu yang mempunyai pengolahan turunan yang berbentuk industri. ’’Kami punya pabrik pengolahan pasteurisasi, yoghurt, keju mozzarella. Sebanyak 20% susu dari kami telah diolah sendiri di industri milik kami sendiri,’’ kata Aun.

Susu KPBS juga, kata Aun, dipasok ke Frisian Flag dan PT Ultrajaya. Kedua perusahaan menjadi mitra KPBS yang saling menguntungkan sejak dulu. Lebih dari itu, KBPS merupakan koperasi yang memiliki penerimaan susu digital dari peternak yang telah dilakukan empat tahun yang lalu.

’’Kami mendapat bantuan dari negeri Belanda, percontohannya. Sistem penerimaan susu ini namanya MCP (Milk Collection Point) atau titik penerimaan susu,’’ ucap Aun.

MCP dilengkapi komputer, mesin pendingin, dan timbangannya langsung. Anggota cukup bawa susu dan kartu barcode. Sistem MCP Mobile dapat diinstal pada smartphone para anggota untuk mempermudah anggota untuk melihat langsung hasil penyetoran susu.

’’Jadi, di sebuah alat ditap, maka muncul nama peternaknya dan nomor id sekian. Susunya ditimbang, konek langsung dengan komputer kami di kantor,’’ pungkas Aun. (*)