Oleh: SARAS DEWI, Dosen Filsafat Universitas Indonesia
Konon, cinta dinyatakan tidak ada logikanya, cinta itu membuat orang mabuk kepayang, bahkan bisa membuat orang menjadi tergila-gila.
Kisah cinta dituliskan dalam karya prosa dan puisi, didendangkan menjadi lagu-lagu infatuasi yang liriknya mendayu-dayu. Penggambaran cinta yang romantis mendominasi pemaknaan kita tentang cinta.
—
CINTA digambarkan sebagai sesuatu yang ajaib, sesuatu yang magis dan tanpa cela. Pencarian cinta semacam ini, cinta yang ideal dan sempurna, adalah bagian dari mitos yang telah bertahan semenjak dahulu kala.
Tidak semua berserah pada daya tarik mitos tersebut. Simone de Beauvoir, seorang filsuf perempuan asal Prancis, mengusulkan pengertian cinta yang lebih progresif dan kritis.
Karya Beauvoir yang berjudul The Second Sex (1949) merupakan karya penting yang mendorong perkembangan pemikiran dan gerakan pembebasan bagi perempuan. Menggunakan perspektif feminis, ia membongkar bahwa konsep cinta sebetulnya adalah konstruksi sosial.
Kita dapat mencermati tata cara dalam percintaan hingga aturan-aturan peran bagi laki-laki dan perempuan yang sejatinya berfungsi untuk menegaskan nilai-nilai hierarkis dalam masyarakat.
Beauvoir mengkritik kebiasaan pendewaan pada orang yang dicintai (idolatrous love). Dalam pandangan saya, keberatan Beauvoir pada aktivitas cinta seperti ini terkait dengan fantasi yang diproyeksikan kepada pasangan, yang sering kali berbeda dari kenyataan.
Baca Juga: 4 Ciri Wanita yang Begitu Setia dengan Kamu, Pertahankan!
Tindakan idolisasi ini membuat seseorang mencintai dengan menggebu-gebu dan penuh obsesi tanpa mempertimbangkan secara sungguh-sungguh hubungan yang ada. Bagi Beauvoir, idolisasi berarti menerima subjugasi dan menyangkal kebebasan diri.
Sementara itu, selama ini kita disuguhi gagasan yang mengimpikan cinta sejati, yakni cinta yang menyatukan dua manusia. Pandangan romantis tentang penyatuan dapat ditelusuri hingga ke masa Yunani Kuno, yakni pada pemikiran Plato tentang belahan jiwa.
Baca Juga: 15 Tanda Pria Setia dan Mencintai Kekasihnya
Dalam karyanya yang berjudul Symposium, melalui salah satu tokoh bernama Aristophanes, ia bercerita ihwal manusia yang mulanya tercipta berpasang-pasangan. Mereka melekat menjadi satu dan hidup dalam kebahagiaan tertinggi. Dewa Zeus yang cemburu dan khawatir dengan kekuatan manusia mengutuk manusia dengan cara memisahkan mereka. Semenjak itu, manusia mengembara untuk terus mencari pasangan jiwa yang terpisah.