RADARBANDUNG.id- Wakil Presiden Ma’ruf Amin ikut memberikan komentar soal temuan buku-buku agama dengan kesalahan substantif.
Jika terbukti ada ajaran yang menyimpang, Ma’ruf menegaskan buku-buku tersebut harus ditarik dan direvisi.
Keterangan tersebut disampaikan Ma’ruf di sela kunjungan kerja di Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, kemarin (9/8).
Pada kesempatan itu, Ma’ruf didampingi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan pengasuh Pesantren Annuqayah KH Abdul A’la Basyar beserta pimpinan pesantren lainnya.
“Kalau ada kesalahan, harus ditarik. Harus direvisi,” kata Ma’ruf, dikutip dari Jawapos.com.
Mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menuturkan, ajaran-ajaran agama Islam yang salah atau menyimpang sejatinya mudah diketahui. Sebab, sudah ada patokan atau kriterianya.
Namun, lanjut Ma’ruf, di dalam Islam ada ajaran-ajaran tertentu yang masuk kategori ikhtilaf. Artinya, ajaran atau pemahaman yang terbuka untuk terjadi perbedaan pendapat.
Menurut dia, ada sejumlah perbedaan yang harus ditoleransi. Terhadap sesuatu yang bersifat ikhtilaf tersebut, Ma’ruf mengatakan, perlu ada kajian lebih lanjut ketika dimasukkan ke buku pelajaran.
Ma’ruf menegaskan, ketentuan agama sudah jelas. Ketika sifatnya masuk kategori penyimpangan, tidak perlu ada perdebatan lagi.
“Di luar wilayah ikhtilaf itu namanya penyimpangan. Tidak boleh ditoleransi, harus diperbaiki,” tegasnya.
Contoh yang mudah ajaran ikhtilaf adalah penggunaan qunut untuk salat Subuh. Jemaah NU selalu menggunakan qunut saat salat Subuh, sedangkan Muhammadiyah tidak.
Hingga tadi malam, Kemenag belum memutuskan apakah buku-buku agama yang memicu polemik itu bakal ditarik atau tidak.
Jawa Pos berusaha menghubungi Direktur Kurikulum, Sarana, Kesiswaan, dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kemenag M. Ishom, tapi tidak kunjung direspons.
Sebelumnya, dia mengatakan sudah menerjunkan tim untuk mengklarifikasi temuan masyarakat tersebut. Tim akan memastikan apakah benar terjadi kesalahan substansi dalam penulisan buku-buku itu. Buku yang bermasalah itu tidak hanya terbitan Kemenag. Tetapi, ada juga terbitan Kemendikbudristek, Erlangga, dan Tiga Serangkai.
Total ada delapan judul buku yang bermasalah karena ada kesalahan substansi. Setelah dilakukan pengecekan, jumlah kesalahan mencapai 68. (jpc)