News

Jawa Memiliki Risiko Paling Tinggi untuk Pencemaran Udara

Radar Bandung - 15/08/2023, 07:00 WIB
AM
Azam Munawar
Tim Redaksi

RADARBANDUNG.ID – Kualitas udara di Jakarta cenderung masuk kategori buruk dalam beberapa bulan terakhir.

Bahkan, dalam beberapa kesempatan, kualitas udara di Jakarta menjadi yang terburuk di dunia dan masuk dalam kategori tidak sehat.

Berdasar kajian yang ada, pencemaran udara yang terjadi di Jakarta secara umum berasal dari emisi transportasi yang menyumbang sebanyak 44 persen.

Direktur Jenderal Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sigit Reliantoro mengungkapkan, pola pencemaran udara yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya sifatnya lokal, tidak ada sumber emisi yang masuk dari wilayah lain. Termasuk di antaranya dari PLTU Suralaya yang berada di Cilegon, Banten.

“Kita sudah melakukan studi untuk PLTU, untuk menjawab apakah emisi PLTU itu masuk Jakarta atau tidak. Sudah dilakukan kajian dan terkonfirmasi bahwa sebagain besar emisi PLTU itu masuk ke Selat Sunda, tidak ke arah Jakarta. Dan ini menegaskan bahwa sebetulnya sumber emisi di Jakarta itu dipengaruhi dari Jakarta sendiri dan daerah sekitarnya,” jelas Sigit kemarin (14/8).

Untuk mengatasi persoalan pencemaran udara, dikatakan Sigit, setidaknya ada sebanyak 12 rekomendasi yang diajukan ke pihaknya. Studi hasil rekomendasi tersebut terutama dilakukan untuk seluruh wilayah Indonesia, tapi fokusnya di Jawa. Karena dari simulasi, di wilayah Jawa memang yang mempunyai risiko paling tinggi untuk pencemaran udaranya.

“Yang banyak direkomendasikan dan potensinya bagus untuk mengatasi persoalan pencemaran udara adalah regulasi dan kebijakan di transportasi. Kemudian, mengawasi industri dengan alat-alat pengontrol emisi yang lebih baik lagi, juga mendorong efisiensi energi,” ujar Sigit.

Sedangkan untuk upaya instan yang dapat digunakan untuk menangani pencemaran udara yang terjadi saat ini, lanjut Sigit, sebenarnya hanya ujan. Sebab, menurutnya, hujan dapat membilas udara-udara yang kotor.

“Tapi persoalannya, saat ini memang untuk awan hujan di Jakarta dan sekitarnya, termasuk Jawa umumnya itu sudah tidak ada lagi awan hujannya,” beber Sigit.

Sementara itu, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Ditjen PPKL Luckmi Purwandari menambahkan, wilayah Jawa memilik potensi pencemaran udara yang lebih tinggi dari daerah lain dikarenakan jumlah penduduk di Jawa memang lebih banyak sehingga jumlah pencemarannya juga lebih banyak.

Namun, kualitas udara tidak hanya ditentukan sumber pencemaran, tapi juga dipengaruhi banyak faktor lain.

“Sumber pencemaran itu ada juga yang bisa dikendalikan juga tidak bisa dikendalikan. Yang tidak bisa dikendalikan di antaranya seperti arah dan kecepatan angin, musim, dan topografi serta landscape. Kalau yang bisa dikendalikan itu aktivitas manusia baik itu dari transportasi maupun dari kegiatan industri rumah tangga dan sebagainya,” jelas Luckmi.

Menurut Luckmi, kualitas udara di setiap wilayah di Indonesia pun semua dilakukan pemantauan.

Namun, untuk kualitas di setiap daerah memang dipengaruhi banyak faktor. Sehingga kualitasnya pun dapat selalu berubah. “Misal seperti di Pontianak itu kualitas udaranya lagi merah karena dipengaruhi kebakaran hutan dan lahan,” pungkasnya. (gih/jp)