RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Institut Teknologi Bandung (ITB) kini bersiap membangun Teleskop Radio Very Long Baseline Interferometry (VLBI) Global Observing System atau VGOS yang akan bertempat di Observatorium Bosscha Bandung. Teleskop radio yang akan dibangun tersebut, akan menjadi yang pertama di Indonesia dan Asia-Oceania.
Kepala Biro Kemitraan ITB, Prof. Dr. Taufiq Hidayat menyampaikan pengerjaan teleskop radio tersebut akan berkolaborasi bersama Shanghai Astronomical Observatory-Chinese Academy of Sciences (SHAO-CAS).
“Teleskop radio canggih dengan standar internasional ini akan menjadi tonggak sejarah baru bagi astronomi nasional. Sekaligus membuka peluang riset yang lebih luas. Hal ini karena fungsinya yang beragam, tidak hanya untuk astronomi, tetapi juga untuk geodesi, sains data, telekomunikasi, rekayasa perangkat lunak, dan sebagainya,” kata Taufiq ditulis Minggu (11/8).
Dia menyampaikan teleskop ini akan bekerja di dalam jaringan yang akan bergabung dengan banyak teleskop radio lainnya di dunia. Sejauh ini, ia menyebut, VLBI masih terpusat di balahan bumi bagian utara.
“Adapun di daerah ekuator itu masih jarang dan di beberapa negara sekitar masih dalam tahap pembangunan,” ujarnya.
Menurutnya, keberadaan teleskop radio di ekuator sangat dibutuhkan mengingat hanya ada satu stasiun teleskop radio di sekitar ekuator, yakni di Brasil. Selain itu ia menilai posisi Indonesia diharapkan dapat mengisi kekosongan daerah ekuator untuk regional AOV (Asia-Oceania VLBI Group for Geodesy and Astrometry) yang merupakan subgrup dari IVS (International VLBI Service for Astrometry and Geodesy).
“Tentu saja dengan pembangunan teleskop radio VGOS ini, Indonesia akan berperan dalam menjembatani baseline belahan bumi utara dan selatan,” ujar dia.
Tak hanya itu, ia menilai hal itu pun menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk dapat ikut berkontribusi dalam jejaring teleskop radio internasional dan membuka berbagai kolaborasi multidisiplin pada masa mendatang. “VGOS adalah sebuah jaringan teleskop radio global yang beroperasi secara sinkron untuk mengamati sumber radio kosmik dengan presisi tinggi,” paparnya.
“Jadi dengan menggabungkan data dari beberapa teleskop yang tersebar di seluruh dunia, akan tercipta pengukuran yang presisi terkait jarak dari satu titik teleskop dengan teleskop lainnya,” sambungnya.
Ia menjelaskan, salah satu implementasi adanya teleskop radio ini ialah mengukur pergerakan benua. Menurut dia dengan alat ini, kecepatan pergerakan dalam jangka waktu tertentu hingga perubahan jarak dari benua tersebut dapat diketahui dengan presisi.
“Dengan demikian, kita dapat menentukan apakah sebuah wilayah memiliki potensi yang berbahaya atau tidak,” sebutnya.
Diringa mengharap, pembangunan teleskop radio di Bosscha tersebut akan mampu menjadi investasi jangka panjang bagi Indonesia di berbagai bidang keilmuan. “Harapan kami teleskop ini bisa menjadi aset berharga bagi dunia pendidikan, penelitian, dan inovasi, serta memperkuat posisi Indonesia di peta astronomi global,” pungkasnya. (rup)