RADARBANDUNG.id – Kementerian Perindustrian terus berkomitmen untuk menerapkan prinsip industri hijau pada sektor manufaktur sebagai respons atas perubahan iklim global. Melalui komitmen ini, diharapkan sektor manufaktur dalam negeri mampu menjaga ketahanan ekonomi nasional di tengah transisi global menuju industri manufaktur yang berkelanjutan.
Sebagai langkah nyata dukungan terhadap pertumbuhan industri yang inklusif dan berkelanjutan, Kemenperin melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) menggelar Forum Industri Hijau Nasional (FIH) 2025 di Bandung. Forum ini merupakan bagian dari salah satu rangkaian kegiatan pra-acara dari The 2nd Annual Indonesia Green Industri Summit (AIGIS) 2025 yang akan diselenggarakan pada tanggal 20-22 Agustus 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC).
“Forum ini menjadi momentum awal dalam membangun konsolidasi, menyampaikan inovasi, dan memperkuat komitmen menuju AIGIS 2025,” kata Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza pada pembukaan Forum Industri Hijau 2025 di Bandung, Rabu (30/4).
Menurut Wamenperin, di tengah krisis iklim global, tuntutan efisiensi sumber daya, dan tren globalisasi pasar berbasis keberlanjutan, Indonesia harus mempercepat langkahnya menuju transformasi industri hijau. “Dengan roadmap Net Zero Emission (NZE) sektor industri, kita menargetkan penurunan emisi sebesar 31 persen hingga 43 persen pada tahun 2030 dan mencapai NZE sektor industri di tahun 2050,” ujarnya.
Wamenperin menegaskan, sebagai komitmen nyata dalam mengurangi emisi GRK, pemerintah sedang melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Kemenperin juga tengah menyusun regulasi terkait pengurangan emisi industri yang akan diberlakukan di tingkat lokasi fasilitas produksi industri pengolahan.
“Kebijakan ini akan mengatur pengendalian emisi polutan udara dan pengurangan emisi gas rumah kaca, penetapan batas atas emisi gas rumah kaca, mekanisme perdagangan karbon wajib (Emission Trading System/ETS) sektor industri, serta penetapan harga karbon mandatory,” jelasnya.
Hal tersebut sesuai dengan tema Forum Industri Hijau pada tahun ini, yaitu “Mendorong Implementasi Industri Hijau di Indonesia”, dengan fokus pada percepatan adopsi teknologi rendah karbon, efisiensi energi, penerapan prinsip ekonomi sirkular, dan penguatan peran Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam ekosistem industri hijau nasional. Kegiatan ini dihadiri lebih dari 300 peserta, yang terdiri dari perwakilan pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri besar dan IKM, pengelola kawasan industri, asosiasi industri, akademisi, hingga lembaga internasional seperti WRI Indonesia dan IESR.
Forum Industri Hijau menjadi media sosialisasi kebijakan terkait industri hijau dan wadah bagi pertemuan antara para pelaku industri, akademisi, pemerintah daerah, dan calon mitra. Berbagai diskusi panel dalam forum ini mengulas pendekatan-pendekatan strategis dalam pengurangan emisi industri, penguatan ekosistem industri hijau, serta peran kebijakan lintas sektor dalam mendorong investasi teknologi ramah lingkungan dan efisiensi energi. FIH 2025 juga menjadi ajang berbagi praktik terbaik dari pelaku industri yang telah lebih dulu mengadopsi prinsip keberlanjutan, seperti Kawasan Industri Jababeka, PT Gunung Raja Paksi, dan PT. Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS).
Selain itu, pada penyelenggaraan forum ini turut menyoroti strategi dekarbonisasi industri nasional pada IKM. Untuk itu, sesi ketiga dalam forum ini secara khusus membahas “Ekosistem Industri Hijau untuk Mendorong Daya Saing IKM Berkelanjutan”, yang menghadirkan narasumber dari para pelaku IKM yang telah menerapkan prinsip industri hijau—seperti CV Akasia (IKM tersertifikasi industri hijau), PT Azaki Food Internasional (IKM pangan berorientasi ekspor)—berbagi pengalaman transformasi mereka dalam menerapkan efisiensi energi dan material, serta Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Batik Indonesia yang menjadi penampung aspirasi dan kebutuhan IKM lain dalam upaya penerapan ataupun transformasi industri hijau.
Forum ditutup dengan penekanan bahwa keberhasilan transisi menuju industri hijau sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor: antara pemerintah pusat dan daerah, antara pelaku industri besar dan kecil, serta antara regulator dan lembaga pendukung. Diharapkan, kegiatan seperti FIH dapat menjadi agenda rutin untuk mengukur kemajuan dan memperbarui strategi bersama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan dinamika pasar global. (d s)