RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Di tengah tekanan hukum dan ketidakpastian status lahan, Pemerintah Kota Bandung menyampaikan sikap tegas yang memberi harapan baru bagi ribuan warga Dago Elos. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menegaskan pendekatan pemerintah saat ini bukanlah pemaksaan, melainkan pendampingan penuh terhadap warga yang telah puluhan tahun bermukim di wilayah tersebut.
Farhan menuturkan pihaknya memilih jalur dialog dan penguatan hukum ketimbang tindakan represif.
“Kita belajar dari masa lalu. Kini, arah kebijakan kita jelas, tidak akan ada penggusuran. Kita hadir untuk mendampingi warga dalam memperjuangkan hak-hak mereka,” ujarnya saat ditemui di kawasan Ahmad Yani, Kota Bandung, Jumat (2/5/2025).
Pernyataan ini muncul di tengah sorotan atas putusan Mahkamah Agung yang memenangkan pihak swasta atas klaim kepemilikan lahan di Dago Elos. Putusan tersebut memunculkan kekhawatiran warga akan terancam terusir dari tanah yang telah mereka tempati turun-temurun.
Namun Farhan menegaskan, Pemkot Bandung tidak tinggal diam. Pemerintah akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan itu dan terus mencari celah hukum demi membela kepentingan masyarakat.
“Kita tidak bicara soal dokumen semata. Ini tentang keadilan sosial. Warga Dago Elos bukan pendatang musiman, mereka bagian dari sejarah panjang kota ini,” tegas Farhan.
Tak hanya berbicara di tingkat normatif, Farhan juga mengungkap Pemkot telah menjalin komunikasi intensif dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tujuannya jelas, mempercepat proses legalisasi tanah yang selama ini masih abu-abu secara administratif. Pemerintah ingin memastikan hak atas tanah tidak hanya diakui secara historis, tapi juga dilindungi secara hukum formal.
“Bandung adalah kota yang berdiri di atas nilai-nilai hak hidup, hak bertanah, dan hak bermasyarakat. Maka kita tidak akan membiarkan satu pun warga kehilangan hak dasarnya karena keputusan yang tidak berlandaskan keadilan,” ujar Farhan.
Lebih jauh, Farhan menekankan penyelesaian konflik agraria ini harus dijalankan dengan cara yang beradab. Pemerintah menolak segala bentuk pendekatan koersif. Warga, kata Farhan, harus diposisikan sebagai subjek pembangunan, bukan objek yang dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak.
Kebijakan ini, menurut Farhan, menandai arah baru dalam penanganan pertanahan di Kota Bandung. Pemerintah tidak lagi hanya fokus pada legalitas administratif, tetapi juga menaruh perhatian serius pada aspek keberlanjutan sosial dan keadilan ekologis. Di tengah derasnya urbanisasi, sikap ini menjadi kabar baik bagi warga yang selama ini hidup dalam ketidakpastian.
Melalui komitmen yang mulai ditunjukkan ini, warga Dago Elos boleh jadi kembali menyalakan harapan. Bahwa hak atas tempat tinggal dan kehidupan yang layak di tengah kota bukanlah kemewahan, melainkan bagian dari hak dasar yang harus diperjuangkan bersama.(dsn)