News

Pengolahan Sampah Pasar Gedebage Didorong Jadi Percontohan Nasional

Radar Bandung - 14/07/2025, 22:20 WIB
DS
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Pengolahan sampah di Pasar Gedebage menggunakan teknologi biodigester dan bio-drying tanpa bahan kimia. (Diwan Sapta Nurmawan/Radar Bandung)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Sebanyak 145 ton sampah Pasar Gedebage berhasil diolah dalam tiga bulan terakhir oleh CV Prosignal Karya Lestari menggunakan teknologi biodigester dan bio-drying tanpa bahan kimia. Upaya ini digagas sebagai solusi lokal yang berpotensi menjadi model nasional pengelolaan sampah ramah lingkungan.

Direktur Utama CV Prosignal Karya Lestari, Aldy Ridwansyah mengungkapkan proses pengolahan sampah di Pasar Gedebage, Kota Bandung, menunjukkan kemajuan signifikan, hingga pertengahan Juli 2025, total 145 ton sampah telah berhasil diolah. Sebanyak 90 ton merupakan tumpukan sampah lama, sementara 55 ton sisanya adalah sampah baru yang dikumpulkan secara harian.

“Sampah baru langsung diproses setiap hari. Sampah organik kami masukkan ke kolam biodigester, sedangkan residunya kami tangani dengan metode windrow composting dan bio-drying,” ujar Aldy di kawasan Gedebage, Senin (14/7/2025).

Ia menjelaskan pengolahan dilakukan tanpa bahan kimia. Mikroba alami digunakan untuk mempercepat proses fermentasi. Air hasil pemrosesan bahkan cukup aman untuk dijadikan pupuk cair atau dilepas ke lingkungan. Kapasitas pengolahan saat ini mencapai 20 ton per hari, namun dengan sistem distribusi output ke pembeli seperti sabut kelapa, tumpukan dapat dikendalikan.

“Untuk sabut kelapa saja, pengangkutannya bisa tiga kali seminggu,” tambah Aldy.

Menurutnya, saat ini produksi sampah dari aktivitas Pasar Gedebage berkisar antara 4 sampai 6 ton per hari. Jumlah ini bisa meningkat apabila ditambah sabut kelapa dan limbah sayuran atau buah. Meski begitu, seluruh sampah dari pasar telah tertangani secara optimal tanpa insinerasi.

“Insyaallah, permasalahan sampah di Pasar Gedebage sejauh ini sudah bisa kami selesaikan,” tegas Aldy.

Ia pun mengungkapkan produk hasil olahan antara lain kompos padat, kompos cair, serbuk kayu, hingga sabut kelapa. Semua produk memiliki nilai ekonomi dan mendukung sirkularitas pengelolaan sampah organik. Lahan operasional seluas 1.500 meter persegi digunakan untuk mendukung kegiatan ini, namun permintaan terus meningkat.

“Kami mulai menghitung untuk ekspansi kapasitas hingga 100–200 ton per hari, mengingat permintaan dari wilayah Bandung Timur,” ujar Aldy.

Ia pun menambahkan untuk saat ini, pihaknya tengah berkoordinasi dengan lima kecamatan, Cibiru, Ujungberung, Cinambo, Gedebage, dan Panyileukan. Fokus awal adalah pengumpulan food waste atau sampah dapur yang diperkirakan berkontribusi sekitar 10–15 ton per hari. Langkah ini disiapkan agar sistem pengelolaan organik lebih menyebar dan tidak menumpuk di lokasi seperti yang sempat terjadi di kawasan Cihaurgeulis.

Lebih lanjut, ia menjelaskan rencana besar lainnya, menjadikan program ini sebagai proyek percontohan nasional. Sejumlah lembaga nasional dan internasional telah berkunjung, di antaranya Bappenas, Kementerian Investasi, serta organisasi lingkungan global seperti GGGI (Global Green Growth Institute).

“Kami terbuka terhadap pendanaan, investasi, maupun hibah dari pihak asing untuk mendukung skema pengolahan food waste ini. Kami siap,” ungkapnya.

Selain itu, Aldy menyebutkan sebagai bentuk pengembangan, teknologi tambahan juga mulai dirancang. Salah satunya pirolisis, yang dapat mengubah residu plastik menjadi black carbon dan bahan bakar minyak. Namun untuk saat ini, sistem biodigester dianggap masih sangat ideal untuk skala pasar tradisional.

“Kami juga sedang kerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup agar sampah organik dari pasar-pasar lain bisa dikirim ke sini,” pungkasnya.

Melalui pendekatan teknologi rendah emisi dan berbasis mikroba alami, sistem pengolahan ini tidak hanya efektif, tetapi juga berkelanjutan. Jika berhasil direplikasi secara masif, Kota Bandung berpeluang menjadi pionir dalam pengelolaan sampah pasar.(dsn)