RADARBANDUNG.ID, CIWIDEY — Pemerintah Kabupaten Bandung mendorong optimalisasi sektor pertanian melalui program Koperasi Merah Putih (KMP) yang telah terbentuk di seluruh desa dan kelurahan.
Namun, petani di sejumlah wilayah berharap program ini juga memastikan ketersediaan pupuk murah dan berkelanjutan.
Bupati Bandung Dadang Supriatna menyatakan bahwa KMP di Kabupaten Bandung akan mengedepankan sektor pertanian sebagai ciri khasnya.
Hal ini disampaikan saat meninjau gerai KMP di Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Senin (21/7/2025), usai menyaksikan peluncuran kelembagaan 80.000 KMP oleh Presiden Prabowo Subianto secara virtual.
Koperasi Merah Putih di 270 desa dan 10 kelurahan sudah berdiri, legalitasnya tuntas dengan dukungan APBD. Kabupaten Bandung punya potensi 80.000 hektare lahan pertanian yang harus dimaksimalkan melalui koperasi.
Sebagai tindak lanjut, Pemkab Bandung akan menggelar bimbingan teknis kepada pengurus koperasi, kepala desa, ketua BPD, dan pengelola BUMDes agar koperasi mampu menyusun rencana bisnis, pola pembiayaan, dan strategi penambahan anggota secara berkelanjutan.
Di sisi lain, petani berharap KMP tidak hanya fokus pada kelembagaan, tetapi juga menjawab membantu kebutuhan dasar pertanian di lapangan. Dadan Suherman (45), petani padi di Desa Panundaan, Ciwidey, mengaku masih kesulitan mendapatkan pupuk, terutama saat masa tanam.
Ia berharap koperasi bisa menjadi jembatan untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Kalau mau pertanian di Kabupaten Bandung maju, KMP harus bantu petani dapat pupuk dengan harga terjangkau dan pasokannya lancar,” katanya, Selasa (22/7/2025).
Menurutnya, kualitas pertanian sangat bergantung pada ketersediaan pupuk yang tepat.
“Kalau pupuk mahal dan langka, kualitas panen turun. KMP sebaiknya bisa hadir membantu petani dari hulu sampai hilir,” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah pupuk tersebut, para petani kopi Ciwidey membuat pupuk organik sendiri yang dibuat dari kotoran hewan.
“Kalau yang non-subsidi mahal bisa dikisaran harga Rp 10.000 sampai Rp 12.000. Kalau subsidi kan Rp 2.000. Solusinya masyarakat kita pakai pupuk organik baik itu kotoran hewan berupa kambing atau ayam. Tapi tetap untuk masa tertentu harus ada pupuk kimianya,” tuturnya.
Pihaknya mengatakan, jika harga pupuk mempengaruhi harga kopi dipasaran. Sehingga jika sedang anjlok, para petani Kopi akan menyimpan biji kopinya terlebih dahulu dan akan menjualnya di saat harga kopi kembali naik.
“Kalau harganya di bawah Rp 25.000 atau Rp 30.000 mending disimpan. Nanti dijualnya di tahun depan. Nanti kan ada saat harganya bagus. Biasanya dua tiga bulan setelah panen itu bisa naik. Apalagi kopi setelah dijemur kering itu bisa bertahan lama, bisa satu sampai dua tahun,” ujar dia.
Sehingga penting kiranya, keadaan KMP bisa menjawab tantangan pertanian yang sedang dihadapi oleh para petani hari ini.
“Salah satunya bukan hanya mendistribusikan hasil panen, namun bisa menjawab subsidi pupuk,” pungkasnya. (kus)