RADARBANDUNG.ID, SOREANG — Meningkatnya praktik pernikahan usia dini di tengah masyarakat Kabupaten Bandung dianggap sebagai pemicu berbagai persoalan sosial, termasuk munculnya kasus penjualan bayi yang baru-baru ini diungkap oleh aparat kepolisian.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Akhiri Hailuki, menyampaikan keprihatinannya atas fenomena tersebut. Ia menilai bahwa banyaknya pernikahan di usia muda, terutama tanpa kesiapan finansial dan psikologis, memperbesar risiko ketidakstabilan keluarga.
“Dampaknya tidak sekadar di lingkup keluarga saja, tapi bisa menjalar hingga ke pelanggaran hukum, seperti eksploitasi anak dan perdagangan manusia,” ujarnya, Rabu (23/7).
Pernyataan itu disampaikan menyusul pengungkapan jaringan jual-beli bayi oleh tim Ditreskrimsus Polda Jawa Barat, yang sebagian korbannya diketahui berasal dari Kabupaten Bandung.
Faktor kemiskinan dan ketidaksiapan mengasuh anak disebut sebagai latar belakang para ibu muda menyerahkan bayi mereka.
Akhiri menekankan pentingnya pencegahan melalui pendekatan berbasis komunitas.
Ia mengusulkan agar program Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) tak hanya terbatas di tingkat desa, melainkan dikembangkan hingga ke wilayah RW untuk menjangkau lebih banyak kelompok rentan.
“Kalau hanya di desa, intervensinya terlalu luas dan tidak fokus. Di tingkat RW, penyuluhan bisa langsung menyasar remaja dan pasangan muda,” tutur politisi tersebut.
Lebih lanjut, ia mendorong keterlibatan berbagai elemen, mulai dari instansi pemerintah daerah, tokoh agama, kader kesehatan, hingga pengurus RT dan Karang Taruna dalam memberikan pendidikan dan pendampingan.
Menurutnya, edukasi tentang kesehatan reproduksi, etika berkeluarga, hingga pelatihan keterampilan ekonomi harus terintegrasi untuk memperkuat daya tahan sosial generasi muda.
“Jika anak-anak muda punya pengetahuan dan peluang ekonomi, mereka tidak akan mudah terjebak dalam keputusan tergesa-gesa seperti nikah dini,” tambahnya.
Dalam kasus yang ditangani kepolisian, modus operandi para pelaku memanfaatkan media sosial untuk menjajakan bayi. Mereka bertransaksi dengan calon pembeli secara diam-diam, dengan alasan ekonomi sebagai pendorong utama.
Untuk mencegah kasus serupa, Akhiri mengimbau agar Pemkab Bandung lebih serius mengembangkan program Posyandu Remaja, serta memperkuat peran lembaga pendidikan dan keagamaan dalam mendampingi anak muda.
Ia juga mengusulkan agar daerah-daerah dengan tingkat pernikahan dini yang tinggi dijadikan zona prioritas intervensi.
“Pendekatannya harus holistik, tak hanya edukasi moral tapi juga penguatan ekonomi dan layanan psikososial,” tegasnya. (kus)