Siswa Ngebet Pengin Sekolah Lagi, Ortu Menolak
RADARBANDUNG.id- Bagaimana respons siswa jika sekolah dibuka lagi saat pandemi seperti sekarang? Bagaimana juga respons para orang tua (ortu)? Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyarti punya jawabannya.
Baca Juga: Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Tetap Dimulai 13 Juli, Sekolah Belum Boleh Buka
Dia mengunggah angket ke Facebook untuk menjaring aspirasi siswa, ortu, dan guru. Hasilnya cukup menggelitik. Respons pengguna Facebook ternyata luar biasa.
Bahkan, ketika pengisian angket ditutup pada Kamis (28/5) pukul 07.30 WIB, ada ratusan pesan WhatsApp dan inbox yang masuk ke nomor pribadinya. Mereka menyatakan masih berminat mengisi angket tersebut.
Baca Juga: Tidak Hanya Takut Corona, Orang Tua Siswa di Kab. Bandung juga Khawatirkan Biaya Sekolah
Hasil akhir angketnya, yang berpartisipasi sebanyak 9.643 siswa, 18.112 guru, dan 196.559 orang tua. Data yang diperoleh secara umum cukup unik. Mayoritas siswa setuju masuk sekolah. “Kemungkinan mereka jenuh belajar dari rumah,” ungkapnya.
Sebaliknya, mayoritas orang tua menolak jika sekolah dibuka pada 13 Juli. Retno mengatakan, banyak ortu yang khawatir melepas anaknya bersekolah saat pandemi. Sebab, tingkat penularan Covid-19 masih tinggi.
Mayoritas ortu juga menilai sekolah dan dinas pendidikan belum siap melindungi anak-anak mereka di sekolah.
Baca Juga: Orang Tua Siswa di Bandung Tegas Menolak Anak Mereka Masuk Sekolah saat Pandemi Covid-19 Belum Sirna
Selain itu, KPAI mendorong seluruh dinas pendidikan membuat petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sebab, PPDB tahun ini diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19.
Pengamat pendidikan sekaligus pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengomentari keresahan orang tua terkait rencana masuk sekolah di tengah wabah Covid-19.
Baca Juga: Apa Itu New Normal atau Tatanan Baru? Simak Faktanya
Rizal mengatakan, sebaiknya murid tidak perlu datang ke sekolah sampai akhir Desember 2020. Hal itu juga berlaku untuk sekolah yang berada di zona hijau atau belum ada kasus korona.
“Juli sampai Desember siswa tetap belajar di rumah saja. Kita tidak ingin membentuk klaster Covid-19 baru di sekolah,” katanya kemarin. Apalagi, sampai saat ini belum ada tanda-tanda penemuan vaksin Covid-19.
Rizal menambahkan, boleh saja Kemendikbud membuat panduan new normal untuk di sekolah. Baik itu bagi para guru, murid, maupun warga sekolah lainnya. Namun, regulasi tersebut perlu disosialisasikan terlebih dahulu. Tidak bisa diterapkan saat ini. Termasuk pada awal tahun pelajaran baru yang dimulai 13 Juli nanti. Sebab, sampai sekarang budaya hidup sehat belum tercipta secara masif di masyarakat.
“Jangan memandang sekolah hanya di Jakarta,” ujar pria yang juga menjadi dosen di UGM Jogjakarta itu.
Menurut Rizal, kebiasaan siswa untuk saling bergandengan, berjabat tangan, dan bermain ramai-ramai bersama teman-temannya masih tinggi. Dengan begitu, protokol untuk jaga jarak cukup susah jika seketika diterapkan tanpa sosialisasi.
Selain itu, fasilitas kesehatan di sekolah masih minim. Misalnya, fasilitas untuk mencuci tangan di setiap kelas. Jangankan di sekolah-sekolah di daerah. Di pusat kota seperti Jakarta saja, tempat cuci tangan untuk anak-anak belum memadai.