News

Hasil Evaluasi Haji 2025 ala Amirsyah Tambunan: Istitha’ah Harus Diperketat, Badal Haji Harus Dipastikan Sejak Awal

Radar Bandung - 08/06/2025, 06:19 WIB
AM
Azam Munawar
Tim Redaksi

RADARBANDUNG.ID, MAKKAH – Evaluasi ibadah haji 2025 mulai digulirkan para anggota Amirulhajj.

Hasil Evaluasi Haji 2025 ala Amirsyah Tambunan: Istitha’ah Harus Diperketat, Badal Haji Harus Dipastikan Sejak Awal

Menag Nasaruddin Umar berbicara dengan jemah haji di KKHI Makkah. Foto : Dok. MCH 2025. Sementara foto atas, Menang Nasaruddin Umar (biru) dan anggota Amirul Hajj Taruna Ikrar saat mengunjungi pasien di KKHI Makkah. Foto : Dhimas Ginanjar/JawaPos.com

Salah satunya datang dari Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. H. Amirsyah Tambunan, yang menyampaikan tiga poin utama dalam refleksinya terhadap pelaksanaan haji tahun ini.

Dalam wawancara pada Jumat (6/6/2025) di Mina, Amirsyah menggarisbawahi bahwa penyelenggaraan haji 1446 H pada umumnya berjalan dengan baik.

Ia menilai, proses keberangkatan jemaah dari Tanah Air, pelaksanaan ibadah di Tanah Suci, hingga layanan puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) terorganisasi cukup baik.

“Keberangkatan jemaah dari Indonesia berlangsung lancar. Secara umum, pelaksanaan ibadah hajinya juga bagus. Tinggal kita berharap proses pemulangan berjalan selancar fase awal,” ujarnya.

Namun, ia juga mencatat adanya dinamika dalam proses mobilisasi jemaah ke Arafah maupun dari Arafah menuju Muzdalifah dan Mina.

Beberapa keterlambatan, menurutnya, perlu menjadi perhatian serius agar tidak terulang.

“Ada yang masih lambat waktu pemberangkatan, termasuk saat ke Arafah. Mungkin karena faktor teknis seperti kemacetan. Tapi harus menjadi pembelajaran ke depan,” jelasnya.

Amirsyah juga menyoroti beberapa kasus jemaah yang wafat sebelum sempat menunaikan wukuf di Arafah.

Hal itu, menurutnya, harus ditindaklanjuti dengan mekanisme badal haji yang sahih dan sesuai ketentuan syariat.

“Jika wafat sebelum rukun haji ditunaikan, maka badalnya wajib. Jangan sampai ada jemaah yang gugur haknya karena lalai prosedur,” tegasnya.

Poin evaluasi ketiga adalah soal istitha’ah, khususnya di bidang kesehatan.

Amirsyah menyebut, masih banyak jemaah dengan kondisi fisik berat atau penyakit kronis yang seharusnya tidak diberangkatkan.

Ia bahkan menyaksikan sendiri jemaah lansia di hotel transit yang menderita demensia, namun tetap diberangkatkan ke Arafah.

“Saya prihatin. Ada jemaah yang tidak lagi sadar penuh, tapi tetap ikut. Padahal, secara syar’i, kalau sudah tidak berakal atau fisiknya tidak memungkinkan, seharusnya dibadalkan,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa penilaian istitha’ah harus melibatkan tim medis dan unsur syariah sejak proses seleksi awal.

Bila perlu, keputusan keberangkatan bisa digantikan dengan mekanisme badal oleh keluarga terdekat.

“Kalau menurut dokter tidak mampu, ya seharusnya dibadalkan. Jangan sampai hanya karena sudah bayar, lalu diberangkatkan semua. Kita harus jujur dan profesional dalam memutuskan,” tuturnya.

Menutup refleksinya, Amirsyah kembali mengingatkan bahwa haji bukan hanya soal ritual, tetapi juga perjalanan spiritual yang harus dijaga dengan prinsip kehati-hatian. Ia menyebut istilah “Aman NKRI, Aman Syariah, Aman Regulasi” sebagai semangat kolektif yang perlu dipegang semua pihak.

“Tagline ini bisa menjadi pegangan kita bersama dalam menyempurnakan penyelenggaraan haji ke depan,” pungkasnya.

Ia pun berharap seluruh jemaah bisa kembali ke Tanah Air dalam keadaan sehat dan mendapat predikat haji mabrur, serta menjadi duta-duta kebaikan dan persaudaraan di tengah masyarakat. (jpc)

 

 

 

 

 

Live Update