RADARBANDUNG.id – KPPU meminta Grab (PT Solusi Transportasi Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) fokus menyiapkan upaya keberatan.
Kepala Biro Humas KPPU dan Kerja Sama Deswin Nur mengatakan, pembuktian perkara hanya bisa melaui pengadilan.
Ia meminta masyarakat ikut mengawal dan tidak terganggu hal lain.
“Pada pengadilan, posisi KPPU dan terlapor sama kok. Ada yang mau kami sampaikan atau himbau ke masyarakat atau penyedia jasa terkait kasus ini. Kepada terlapor agar lebih gentlement dan bertarung pada pengadilan daripada media,” katanya kepada media, Jumat (3/7/2020).
“Kepada publik dan masyarakat agar terus mendukung dan mengawasi KPPU agar tetap mengepankan kepentingan publik dalam penciptaan kompetisi yang sehat,” katanya lagi.
-
Awal kejadian yang menimpa Grab dan PT TPI
Sebelumnya, kejadian yang menimpa Grab dan PT TPI bermula salah satunya dengan para mitra mereka di Medan.
PT TPI, perusahaan jasa rental mobil itu memberikan kesempatan kepemilikan mobil kepada mitra mereka yang menyelenggarakan penyewaan kendaraan kepada mitra driver.
Dalam program tersebut, mitra driver yang bekerjasama dengan PT TPI akan mendapat order prioritas dan insentif dan jam kerja yang berbeda dengan non Kerjasama.
Temuan inilah yang kemudian menjadi dasar gugatan terhadap Grab dan PT TPI.
Berdasarkan temuan investigator KPPU, kemudian kasus tersebut berlanjut.
Terkait keputusan pembayaran denda, kuasa Hukum PT TPI Hotman Paris Hutapea menyatakan, putusan sidang KPPU terkait persaingan usaha tak sehat Rp30 miliar tak sesuai temuan fakta lapangan.
Hal ini akan menimbulkan pertanyaan besar dari investor mengenai iklim usaha Indonesia.
Sidang Majelis KPPU dengan ketua Dinni Melanie, Guntur Saragih dan Afif Hasbullah menghukum Grab membayar denda Rp 29,5 miliar dan menyatakan bersalah melanggar prinsip persaingan usaha.
Dalam putusannya majelis menilai PT TPI atau Grab Indonesia dan mitranya, PT TPI bersalah melanggar Pasal 14 dan 19 ayat (4) UU No. 5/ 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persiangan Usaha Tidak Sehat.
Pasal 14 menyatakan melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai sejumlah produk.
Yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan.
Baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan merugikan masyarakat.
(dbs)