RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Anggota DPR RI dari Golkar, Dedi Mulyadi menjadi pesaing Ridwan Kamil dalam survei calon gubernur/wakil gubernur Jawa Barat tahun 2024.
Hal itu berdasarkan hasil survei Citra Komunikasi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA.
Survei tersebut dilakukan pada 2- 7 Februari 2022 dengan wawancara tatap muka menggunakan metodologi multistage random sampling. Jumlah responden 600 orang dengan margin of error 4,1 persen.
Dalam simulasi 20 calon gubernur, Ridwan Kamil memimpin dengan 45,2 persen, Dedi Mulyadi menyusul dengan 24,7 persen. Raihan tersebut tidak bisa didekati nama nama lain, semacam Dede Yusuf yang hanya memperoleh 8,5 persen.
Sementara calon lainnya, mulai dari wagub Jabar saat ini, UU Ruzhanul Ulum, Cellica, Desy Ratnasari, Ahmad Syaikhu, Bima Arya, Nurul Arifin, Rieke Dyah Pitaloka, Ace Hasan Sadzily dan lain-lain, masih dibawah 5 persen.
Saat dikerucutkan menjadi 6 calon, Ridwan Kamil unggul 47,3 persen, Dedi Mulyadi 25,5 persen, Dede Yusuf 12,7 persen. Nama lain, seperti Uu Ruzhanul Ulum, Ahmad Syaikhu, M. Farhan masih tetap dibawah 5 persen.
Yang menarik, pada simulasi 10 calon tanpa RK, posisi Dedi Mulyadi melesat ke 38,0 persen. Disusul Dede Yusuf menjadi 22,7 persen, Uu 6,7 persen, Desy Ratnasari 5,8 persen, Ahmad Syaikhu 3,5 persen dan Attalia Kamil 1,8 persen.
Menurut Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah menyebut posisi elektabilitas masing-masing dalam berbagai simulasi jumlah calon.
“Dari simulasi tanpa Ridwan Kamil, terlihat jelas bahwa Dedi Mulyadi yang paling banyak menerima berkah limpahan suara. Disusul Dede Yusuf yang cukup tinggi juga. Karena itu, jika Ridwan kamil akhirnya lebih memilih sebagai capres atau cawapres, tidak sebagai cagub, maka hanya Dedi Mulyadi yang punya potensi melenggang menang,” kata Toto
Namun begitu, dalam pandangan peneliti senior LSI Denny JA ini, peluang buat kandidat lain tetap terbuka sejauh mereka mampu memenuhi tuntutan hukum besinya untuk menang.
Baik tuntutan mendongkrak pengenalan maupun kesukaan dengan kerja-kerja campaign yang terukur. Apalagi, masih ada waktu cukup lama, yaitu sekitar tiga tahun kurang sampai 2024 nanti.
Terbukanya peluang juga terlihat dari data survei tentang pemilih yang masih berkategori soft supporter, yaitu pemilih cair yang mungkin sekarang sudah punya pilihan tapi masih sangat mungkin berubah.
Jumlah mereka sekitar 42,7%. Itulah jumlah yang sering disebut sebagai lahan tak bertuan, yang masih bisa diperebutkan oleh siapa saja.
Toto menjelaskan, Dedi Mulyadi memiliki beberapa faktor yang membuat suaranya meningkat. Selain faktor tren elektabilitas yang terus naik, juga tergambar dari meratanya dukungan di aneka segmen demografis seperti suku, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, pemilih partai, dan sebaran zona dapilnya.
Begitu juga dengan tingkat pengenalan yang berbanding lurus dengan tingkat keksukaan. Karena banyak calon yang tingkat pengenalan tinggi, tapi kesukaan rendah. Biasanya ini kategori calon yang berat untuk menang.
Faktor lain berdasarkan data survei LSI, elektabilitas Dedi Mulyadi disumbang oleh gencarnya mengemas program turun ke masyarakat lewat youtube dan aneka platform sosmed lainnya seperti FB dan IG. Dari base 63,3% pengguna medsos, saat ditanya konten media siapa yang paling disukai, DM (Youtube 17,2%, FB 6,6%, IG 0,8%). Sementara RK hanya unggul di IG 4,7% dan Youtube 4,2%.
“Kekuatan Kang DM di medsos lebih pada kontennya yang news value. Dia bemain isu yang kuat public interestnya seperti isu kerakyatan, bantuan kepada rakyat kecil, soal sampah dan sejenisnya. Ditambah lagi dia juga punya brand yang kuat sebagai tokoh Sunda yang setia dan konsisten memperjuangkan dan melestarikan sunda, dalam arti peradaban, bukan suku,” ungkapnya.
Selain soal elektabilitas para calon gubernur, survei LSI juga memotret elektabilitas partai politik di Jawa Barat. Untuk sementara, PDIP masih memimpin dengan 18,8%, Gerindra 17,5%, Golkar 14,7%, PKS 11,2%, Demokrat 9,2%, PKB 4,7%, PPP 4,2%, yang lainnya dibawah 3%. Ada sekitar 12,9% merahasiakan dan tidak tahu atau tidak jawab.
Terkait dengan pengaruh partai pengusung terhadap calon gubernur, sebanyak 79,5% mengaku lebih mempertimbangkan sosok pasangan, dan 15,8% mempertimbangkan partai pengusung.
Begitu juga pada pertanyaan pilihan karena parpol vs independen, 36,7% lebih menyukai figur yang didukung parpol, 30,8% lebih menyukai calon independen dan 27,7% mengaku sama saja antara didukung parpol dengan independen. (dbs)