News

Organisasi Kekerasan Ekstrim di Jabar Tak Menonjol

Radar Bandung - 08/06/2023, 18:39 WIB
AH
AR Hidayat
Tim Redaksi
Suasana pemaparan temuan hasil survei opini publik bertajuk "Sikap Publik atas Kekerasan Ekstrem dan Intoleransi dalam Kehidupan Beragama di Jabar" yang dirilis di Bandung, Kamis (8/6/2023).

RADARBANDUNG.id – Lembaga Survei Indonesia (LSI) menilai perlu dilakukan pemetaan yang lebih mendalam terhadap sikap kaum muda atas kekerasan ekstrem (KE).

Hal itu berkaitan dengan temuan hasil survei opini publik bertajuk “Sikap Publik atas Kekerasan Ekstrem dan Intoleransi dalam Kehidupan Beragama di Jabar” yang dirilis di Bandung, Kamis (8/6/2023).

Peneliti Senior Dr Rizka Halida menyatakan dukungan pada tindakan ekstrem meski secara umum rendah, namun tampak lebih tinggi pada kelompok umur lebih muda yakni di bawah 40 tahun, pendidikan menengah.

Profil pendukung berdasar umur ini juga mirip dengan pendukung organisasi kekerasan ekstrem. Pada rentang usia 22-40 tahun tampak cukup banyak yang mendukung dibanding kelompok umur lainnya.

“Meskipun secara umum muslim di Jawa Barat kurang mendukung organisasi kekerasan ekstrem, adanya kelompok demografi yang memberi cukup banyak memberi dukungan patut menjadi perhatian yang tersebar di sejumlah wilayah,” kata dia.

Survei tersebut dilakukan secara nasional pada 16-29 Mei 2023 dengan metode penarikan sampel melalui multistage random sampling dengan total sample 3.090 respon.

Sebanyak 600 responden di antaranya merupakan sample tambahan (oversample) untuk Jabar. Dengan ukuran sampel tersebut, margin of error-nya sebesar ±4.1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Rizka menambahkan bahwa dukungan publik Jawa Barat terhadap kekerasan ekstrem saat ini cenderung rendah. Dari pengukuran dengan sejumlah skala berupa persetujuan terhadap tindakan kekerasan ekstrem, umumnya warga tidak setuju.

Meski demikian, hasil survei menunjukan bahwa sejumlah warga Jawa Barat tampak mendukung kekerasan ekstrem, terutama tindakan pergi berperang di negara lain untuk membela umat agamanya yang dianiaya.

Selain itu, tindakan kekerasan ekstrem lain juga disebut memiliki pendukung seperti melakukan pembalasan terhadap kelompok lain yang menyerang umat agamanya, kemudian mendukung organisasi yang membela agamanya meski organisasi tersebut melanggar hukum atau menggunakan kekerasan.

“Sekitar 45 persen setuju akan tindakan tersebut. Dukungan publik tersebut, meski jumlahnya tidak banyak, namun patut diwaspadai karena dapat menjadi ladang dari tindakan kekerasan ekstrem,” katanya.

Kendati begitu, kata dia, hasil tersebut belum sepenuhnya dapat menjadi tolak ukur. Mengingat 27 kota/kabupaten di Jawa Barat memiliki karakteristik tersendiri, merujuk dari sejarah masa lalu masing-masing kawasan tersebut.

“Temuan ini perlu dilihat perwilayah. Secara umum wilayah tidak setuju dengan kekerasan ekstrim, tapi ada wilayah yang bisa dikaji lebih lanjut. Ada wilayah di masa lalu yang sejarahnya potensial, mendukung kekerasan ekstrim,” ucapnya.

Rizka menambahkan potensi ancaman lain yang harus diwaspadai Jawa Barat dari hasil survei adalah, tingginya kelompok muda yang mendukung adanya regresif gender.

Berbeda dengan kelompok usia lain kata dia, yang cenderung lebih netral. Contoh regresif gender kata dia, terkait wajar atau tidak perempuan berpergian sendiri, hingga kepala daerah perempuan.

“Kelompok muda cukup banyak yang mendukung juga persetujuan norma gender yang regresif. Mayoritas masih setuju dan di Jawa Barat cenderung setuju dibanding kelompok usia lain,” imbuhnya. (pra)