News

Bandung Smart City Gagal Bersih, Eks Sekda Bandung Divonis 5,6 Tahun

Radar Bandung - 24/06/2025, 20:52 WIB
DS
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna usai sidang pembacaan putusan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Selasa (24/6). (Taofik Achmad Hidayat/Radar Bandung)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Harapan menjadikan Bandung sebagai kota berbasis teknologi dan pelayanan publik digital kembali tercoreng. Di balik gegap gempita proyek Bandung Smart City, yang semula digadang sebagai program unggulan menuju modernisasi kota, tersimpan praktik korupsi sistemik yang menyeret sejumlah nama besar.

Salah satunya adalah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi.

Pada sidang pembacaan putusan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Selasa (24/6/2025), Ema dijatuhi hukuman 5 tahun 6 bulan penjara. Selain hukuman pidana badan, majelis hakim yang diketuai Dodong Iman Rusdani juga mewajibkan Ema membayar uang pengganti sebesar Rp676,75 juta. Bila tak mampu melunasi dalam tenggat waktu yang ditentukan, Ema harus menjalani hukuman tambahan selama 2 tahun penjara.

Putusan ini sekaligus menandai berakhirnya rangkaian panjang proses hukum kasus korupsi proyek Smart City Bandung yang telah menyita perhatian publik sejak awal pengungkapannya.

Dalam amar putusannya, Hakim Dodong menyebut Ema terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan dakwaan jaksa yang terdiri dari dua dakwaan kumulatif, yakni penyalahgunaan jabatan dan penerimaan gratifikasi.

“Menyatakan terdakwa Ema Sumarna secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama dan dakwaan kumulatif kedua,” tegas Dodong dalam ruang sidang, di hadapan tim jaksa penuntut umum dan kuasa hukum terdakwa, Selasa (24/6/2025).

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara. Kendati demikian, dalam pertimbangannya, Hakim Dodong menilai Ema tetap memiliki peran sentral dalam memperlancar proyek-proyek pengadaan sarana prasarana teknologi di lingkungan Dinas Perhubungan Kota Bandung.

Dalam fakta persidangan terungkap, Ema diduga memberikan uang suap sebesar Rp1 miliar kepada sejumlah anggota DPRD Kota Bandung guna memuluskan sejumlah proyek, termasuk pengadaan kamera pengawas (CCTV), penerangan jalan umum (PJU), dan penerangan jalan lingkungan (PJL).

Hakim Dodong mengungkapkan uang haram tersebut mengalir ke beberapa legislator aktif maupun yang telah purna tugas, Achmad Nugraha menerima Rp200 juta, Riantono menerima Rp270 juta, Yudi Cahyadi menerima Rp500 juta, Ferry Cahyadi (mantan anggota DPRD) menerima Rp30 juta.

Tidak hanya itu, Ema juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp626,7 juta dalam rentang waktu 2020 hingga 2023. Dana tersebut disebut berasal dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap proyek-proyek strategis kota yang berada dalam pengawasan dan pengaruh Ema saat menjabat sebagai pejabat struktural tinggi di Pemkot Bandung.

Kepada para wartawan yang menemuinya usai sidang, Ema tak banyak berkomentar. Dengan wajah datar, ia hanya menyampaikan dirinya dan kuasa hukumnya akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.

“Kami akan pikir-pikir terlebih dahulu,” ujar Ema.

Kasus ini menjadi babak kelam bagi proyek Bandung Smart City, yang semula diharapkan menjadi wajah baru kota menuju era digitalisasi pelayanan publik. Alih-alih menjadi model tata kelola berbasis teknologi yang bersih dan transparan, proyek ini justru berubah menjadi contoh buruk penyalahgunaan kekuasaan oleh elite birokrasi.

Kejadian ini menambah daftar panjang kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Bandung yang melibatkan pejabat tinggi. Publik pun mendesak agar pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan lembaga pengawasan seperti KPK serta BPKP melakukan audit menyeluruh terhadap implementasi program strategis yang melibatkan dana besar, demi mencegah terulangnya kasus serupa.

Lebih jauh, vonis ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pejabat publik di Bandung dan sekitarnya agar tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Proyek pembangunan kota berbasis teknologi, seperti Bandung Smart City, seharusnya berjalan dengan prinsip akuntabilitas, integritas, dan transparansi. Sayangnya, kasus ini justru menunjukkan korupsi masih menjadi penyakit kronis dalam birokrasi daerah.(dsn)